Selasa, 27 Januari 2015 Reporter: Budhi Firmansyah Surapati Editor: Widodo Bogiarto 4540
(Foto: Budhi Firmansyah Surapati)
Sekitar 1.500 nelayan di pesisir Jakarta Utara terpaksa tidak melaut akibat cuaca ekstrem yang melanda kawasan itu sejak Desember tahun lalu. Untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya, mereka kemudian bekerja serabutan.
Dampak musim angin barat, selain menimbulkan angin kencang juga mengakibatkan ketinggian ombak mencapai tiga meter. Kondisi ini sangat menyulitkan ribuan nelayan kecil untuk mencari ikan.
Solihin (35), salah satu nelayan di Cilincing menuturkan, sejak Desember tahun lalu, ia dan rekan-rekannya memilih tidak mengoperasikan kapal kecilnya.
"Sudah satu bulan kita tidak melaut akibat cuaca ekstrem. Kita sekarang kerja serabutan, yang penting bisa untuk makan keluarga. Saya sendiri ikut teman kerja bangunan," kata Solihin, Selasa (27/1).
Solihin mengaku, penghasilannya sebagai pekerja bangunan Rp 50 ribu per hari. Sedangkan jika melaut pendapatan yang diperolehnya antara Rp 100 ribu-200 ribu.
Kepala Suku Dinas Peternakan, Perikanan, Kelautan dan Ketahanan Pangan Jakarta Utara, Una Rusmana menjelaskan, dari 24 ribu nelayan, sebanyak 1.500 diantaranya tidak bisa melaut karena hanya memiliki kapal kecil.
"Kita perkirakan lebih dari 1.500 nelayan yang benar-benar sudah tidak bisa melaut. Kalau nelayan kapal besar tidak terlalu terpengaruh cuaca ekstrem," ujar Una.
Untuk membantu mencukupi kebutuhan rumah tangga ribuan nelayan itu, Pemkot Administrasi Jakarta Utara menyalurkan bantuan berupa 20 ton beras. Rinciannya, 4 ton beras untuk nelayan di Clincing dan 2,5 ton beras untuk nelayan di Kamal Muara. Lalu 3,5 ton beras untuk nelayan di Muara Angke dan 8 ton beras untuk nelayan di Kalibaru serta 2 ton beras untuk nelayan wilayah Marunda.
"Saat ini kita baru bisa membantu dengan memberikan beras. Kita akan terus me
mantau perkembangannya seperti apa, karena diperkirakan dampak cuaca ini terjadi hingga Februari," jelas Junaedi, Sekretaris Pemkot Administrasi Jakarta Utara.