Kamis, 27 November 2014 Reporter: TP Moan Simanjuntak Editor: Agustian Anas 10213
(Foto: doc)
Sengketa lahan milik Yayasan Pendidikan TK, SD, dan SMP Merdeka Sari, di Jalan Kapuk Kebon Jahe, RT 22/12, Kelurahan Kapuk, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat dengan Perum Perumnas tak kunjung selesai. Padahal, kasus ini telah dimediasi Bagian Hukum Pemerintah Kota (Pemkot) Administrasi Jakarta Barat.
Rapat mediasi yang telah digelar sebanyak tujuh kali tidak dapat memberikan kepastian hukum kepada pihak yayasan yang notabene telah mengelola sekolah tersebut sejak tahun 1985 silam.
Terakhir, rapat mediasi yang digelar di ruang Sekretaris Kotamadya Jakarta Barat, Kamis (27/11) siang, tidak dihadiri oleh perwakilan BPN Jakarta Barat. "Kami kecewa karena seharusnya perwakilan BPN Jakarta Barat hadir dalam rapat mediasi hari ini dengan membawa bukti-bukti kepemilikan Surat Pelepasan Hak Atas Tanah (SPH) yang diklaim pernah dibebaskan oleh Perum Perumnas di kawasan Kapuk, Cengkareng," ujar Ketua YP TK-SD-SMP Merdeka Sari, SP Sihombing usai rapat mediasi di Kantor Walikota Jakarta Barat, Kamis (27/11) sore.
Padahal, kata Sihombing, sesuai surat dari BPN Pusat maupun Kanwil BPN DKI telah meminta Kepala Kantor BPN Jakarta Barat untuk segera memberikan laporan terkait penyelesaian pengaduan sengketa tanah antara YP Merdeka Sari dan Perum Perumnas mengacu pada UU Nomor 3 Tahun 2011.
Surat dari BPN Pusat maupun Kanwil BPN DKI tersebut juga ditembuskan kepada YP Merdeka Sari sebagai bukti transparansi dari tindak lanjut laporan penyelesaian sengketa pertanahan. "Kami juga mengadukan persoalan ini kepada Pemerintah Kota Jakarta Barat untuk membantu penyelesaian sengketa tanah karena hampir 30 tahun lamanya di lahan tersebut berdiri sarana pendidikan. Namun, di sisi lain Perumnas mengklaim pernah membebaskan lahan sekolah kami sejak tahun 1997 dari Irwan Karyadi dengan bukti oper alih tanah garapan," ungkapnya.
Sihombing menegaskan, pihaknya akan terus berjuang mencari kebenaran dan keadilan terkait sengketa lahan yang diklaim oleh Perum Perumnas Bumi Cengkareng Indah (BCI). "Kami menduga terjadi kesalahan administrasi dalam proses pendaftaran SPH Irwan Karyadi oleh Perumnas di BPN pada tahun 1997 silam. Sebab, mengacu pada aturan pertanahan, seharusnya saat dilakukan pendaftaran SPH dibuktikan dengan survei ke lapangan untuk melihat lahan garapan milik Irwan Karyadi," tegasnya.
Sementara Kasubag Sengketa Bagian Hukum Pemeritah Kota Jakarta Barat, Dedi Rohedi membenarkan, rapat mediasi penetapan hak atas tanah YP Merdeka Sari pada, Kamis (27/11) tidak dapat digelar karena perwakilan BPN Jakbar tidak hadir. Kehadiran perwakilan BPN Jakbar dalam rapat mediasi sangat penting untuk penyelesaian sengketa lahan ini. "Kami akan mengundang kembali BPN Jakbar untuk hadir pada rapat mediasi pada pekan depan," tambahnya.
Sekadar diketahui, sengketa lahan berawal dari permohonan penetapan pengukuran yang diajukan oleh YP Merdeka Sari pada 14 Februari 2014 di kantor BPN Jakbar. Permohonan pengukuran ditolak karena dari hasil pemetaan ternyata tercatat SPH Irwan Karyadi Nomor 94 Tahun 1997 yang telah dibebaskan oleh Perum Perumnas.
Padahal, sarana pendidikan yang dikelola YP Merdeka Sari telah berdiri di lahan yang terletak di RW 22/RW 12, Kelurahan Kapuk, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat dengan izin prinsip penyelenggaraan sekolah swasta sejak tahun 1987.
Disinyalir ada kesalahan administrasi saat dilakukan pendaftaran tanah atas SPH Irwan Karyadi yang dibebaskan oleh Perumnas pada tahun 1997. Lahan yang dimiliki Irwan Karyadi sendiri dibeli pada tahun 1974 yang terletak di RT 12/
03, Kelurahan Kapuk, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat.