Selasa, 26 Desember 2017 Reporter: Keren Margaret Vicer Editor: Toni Riyanto 7530
(Foto: Keren Margaret Vicer)
Tanjidor, menjadi bagian tak terpisahkan dalam kultur masyarakat Betawi. Adalah Sanggar Putra Mayang Sari Cijantung di Jl Lebak Para, RT 08/02, No 5, Kelurahan Cijantung, Pasar Rebo, Jakarta Timur, yang masih terus berkontribusi menjaga kelestarian Tanjidor.
Sanggar Putra Mayang Cijantung, awalnya bernama Tanjidor Nyaat yang didirikan di tahun 1922. Kemudian, pada tahun 1970 berubah nama menjadi Pusaka Putra Mayang Sari, tahun1980 menjadi Putra Mayang Sari, dan di tahun 1990 hingga saat ini menjadi Sanggar Putra Mayang Sari Cijantung.
Pimpinan Sanggar Putra Mayang Sari Cijantung, Sofyan Martadianta Bin Marta (43) menuturkan, ciri khas Tanjidor terletak pada alat-alat musik yang dimainkan yakni, klarinet, piston, trombon, saksofon tenor, saksofon bas, drum, simbal, dan tambur.
"Saat ini, saya menjadi generasi kelima yang ikut menjaga eksistensi musik Tanjidor," kata Sofyan, belum lama ini.
Dikatakan Sofyan, kiprahnya dalam musik Tanjidor merupakan bentuk kecintaannya terhadap seni budaya Betawi agar bisa terus dinikmati.
"Saya sudah belajar Tanjidor di usia12 tahun. Sekarang, anggota Sangar Putra Mayang Sari Cijantung berjumlah 15 orang," ujarnya.
Sofyan menambahkan, lagu-lagu yang biasa dibawakan seperti, Mars Lenong, Jala Manten, Jali-jali hingga sejumlah lagu bernuansa perjuangan. Tak jarang, lagu yang dibawakan juga tergatung permintaan dari pemilik acara atau penonton.
"Sekarang, pentas sudah sangat jarang, bahkan dalam satu bulan paling hanya dua kali pentas," ungkapnya.
Sofyan berharap, pemerintah lebih menggiatkan kegiatan.
"Kalau ada kegiatan kesenian, tentu kami bisa ikut pentas. Pelaku seni perlu lebih diperhatikan," tandasnya.