Kamis, 02 Juni 2016 Reporter: Suriaman Panjaitan Editor: Nani Suherni 2928
(Foto: doc)
Wakil Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI Jakarta, Michael Rolandi C Brata mengatakan, pelimpahan tanggung jawab menjadikan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum maksimal dalam pendataan pencatatan piutang pengembang dan piutang Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBBP 2).
Michael menjelaskan, sebelum tahun 2012, PBBP 2 itu diurus Direktorat Jendral (Dirjen) Pajak. Setelahnya baru diurus Pemprov DKI. Artinya, Pemprov DKI hanya menangani empat tahun. Jangka waktu tersebut dirasa kurang untuk memaksimalkan pendataan.
"Kita kan sejak 2012 diserahkan dari pusat, dirjen pajak ke pemprov. Itu nilai tagihan-tagihannya ada sekitar Rp 5 triliun. Jumlah pastinya lupa ya. Itu diserahkan ke pemprov. PBB-nya sama Bea Perolehan Hak Atas Tanah atau Bangunan (BPHTB)," katanya di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (2/6).
Ia menegaskan, dengan jumlah tagihan mencapai Rp 5 triliun, dalam waktu empat tahun tergolong sulit. Pasalnya tagihan itu mayoritas tidak bisa ditagih karena asal-usulnya sulit ditelusuri.
"PBB itukan banyakan warisan. Jadi bawaan warisan juga. tapi banyakan itu yang enggak bisa ditagih itu dari yang warisan," tandasnya.
Ke depan, ditambahkan Michael, pihaknya akan meng
gencarkan inventarisir PBBP 2 tersebut. Tujuannya, agar Pemprov DKI meraih opini LHP Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) tahun anggaran 2016.