Rabu, 01 Juni 2016 Reporter: Erna Martiyanti Editor: Budhi Firmansyah Surapati 5002
(Foto: Reza Hapiz)
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atas Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) terhadap laporan keuangan Pemprov DKI tahun 2015. Penilaian ini sama seperti pada laporan tahun 2014.
Anggota V BPK RI, Moermahadi Soerdja Djanegara mengatakan, dalam LHP tahun ini merupakan yang pertama kali menggunakan sistem akrual basis. Sistem ini digunakan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah seluruh Indonesia.
"Opini LHP BPK terhadap laporan keuangan 2015 ini masih sama dengan tahun lalu, yaitu WDP," ujar Moermahadi, saat Sidang Paripurna Istimewa penyampaian LHP terhadap laporan keuangan DKI tahun 2015, di Gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu (1/6).
Setidaknya ada tiga hal yang dikecualikan dalam LHP kali ini. Pertama, pengendalian pengelolaan pendapatan dan piutang Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan belum memadai. Sehingga ditemukan data-data yang berbeda terkait penerimaan kas atas PBBP 2 dan piutang PBBP 2.
"Perbedaan data tersebut belum dapat ditelusuri. Selain itu perhitungan tagihan pajak kendaraan bermotor juga tidak berdasarkan nilai jual pada tahun terutang pajak, jadi sanksi denda pajak kendaraan bermotor ditagih terlalu rendah," ujarnya.
Kedua, Pemprov DKI belum mencatat piutang lainnya yang berasal dari konversi kewajiban pengembang membangun rumah susun (rusun), menjadi penyetoran uang. Pemprov DKI Jakarta juga berkewajiban menyerahkan surat izin penunjukan penggunaan tanah (SIPPT) kepada pengembang yang belum menyerahkan aset berupa fasilitas sosial dan fasilitas umum (fasos fasum) setelah jatuh tempo.
"Penegakan izin kepada pengembang ini belum mengatur pengukuran nilainya, sehingga penerapannya menyulitkan penghitungan secara akrual," ucapnya.
Pengecualian ketiga, yakni pengendalian aset tetap, termasuk aset tanah dalam sengketa masih belum memadai yaitu pencatatan piutang tidak melalui siklus akutansi dan tidak menggunakan sistem informasi akutansi. Selain itu, inventarisasi aset belum sesuai data KIB, belum informastif dan valid.
Dia menambahkan, secara khusus pengelolaan yang harus segera diperbaiki adalah sistem piutang pajak kendaraan bermotor dan PBB dengan menggunakan sistem aplikasi yang dapat menjamin kualitas data jumlah wajib pajak beserta jumlah kewajibannya agar sesuai dengan ketentuan dan kebutuhan pencatatan berbasis akrual.
Saran kedua, yakni mengevaluasi kebijakan terkait penagihan atas konversi kewajiban pengembang pembangunan rusun ke dalam bentuk uang dan kewajiban pemegang surat izin peruntukan menyerahkan aset tetap, fasos fasum agar mengoptimalkan perolehan Pemprov DKI.
Kemudian, memberikan pelatihan terhadap pengelolaan aset tetap pencatatan agar melalui siklus akutansi dan mengenakan sistem akutansi yang berbasis akural. Serta menyelesaikan inventarisasi seluruh aset.
Pemprov DKI juga harus meningkatkan koordinasi antara SKPD selaku pengguna barang dengan BPKAD selaku pencatata barang dan menyelesaikan sengketa aset sesuai dangan ketentuan yang berlaku.
Sementara itu, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI, Heru Budi Hartono mengatakan, opini WDP LHP BPK terhadap laporan keuangan DKI merupakan catatan tersendiri bagi pihaknya. Karena itu, ia berencana memperbaiki apa yang menjadi catatan LHP.
"Perlu ditingkatkan lah. Ada perbaikan-perbaikan pencatatan, ya kita laksanakan," tandasnya.