Senin, 09 Juni 2014 Reporter: Folmer Editor: Widodo Bogiarto 13570
(Foto: Folmer)
Puluhan pengemudi taksi yang tergabung dalam Front Transportasi Jakarta (Frontjak), menggelar unjuk rasa di DPRD DKI Jakarta di Jl Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin (9/6). Demo sopir taksi ke gedung wakil rakyat itu dilakukan untuk memprotes manajemen Ancol Taman Impian, agar menghapuskan retribusi masuk sebesar Rp 20 ribu untuk setiap taksi yang masuk ke areal lokasi wisata tersebut.
Penerapan retribusi masuk bagi operator taksi yang diterapkan manajemen Ancol Taman Impian itu diberlakukan sejak sebulan silam ini, dinilai diskriminatif dan sarat kepentingan segelintir operator taksi besar di ibu kota. "Tarif sekali masuk mobil taksi Rp 20 ribu per sekali masuk. Tapi, aturan ini tidak berlaku bagi taksi Blue Bird dan Ekspress," kata Rudi, koordinator Frontjak saat berorasi di depan Gedung DPRD DKI, Senin (9/6).
Rudi mengatakan, penerapan tarif Rp 20 ribu bagi taksi yang masuk ke Ancol oleh badan usaha milik daerah (BUMD) Pemprov DKI ini, jelas sangat merugikan warga Jakarta dan praktik monopoli jasa transportasi. "Ancol sebagai tempat rekreasi yang sebagian besar sahamnya milik Pemprov DKI, seharusnya tidak menerapkan kebijakan diskrimi
nasi yang semata-mata menguntungkan kepentingan dua operator taksi besar di Jakarta," tegasnya.Rudi mengungkapkan, pengelola Ancol Taman Impian sengaja menerapkan aturan diskriminasi, tanpa memperhatikan hak warga Jakarta yang ingin merasakan tempat rekreasi Ancol dengan tidak dibebani biaya masuk yang mahal.
"Pengelola Ancol semestinya tidak membabi buta mencari keuntungan dari pengelolaan tempat rekreasi Ancol. Sehingga menerapkan aturan yang melanggar hukum. Seharusnya, sopir taksi tanpa muatan tidak dikenakan biaya masuk ke kawasan Ancol. Hidup para sopir semakin susah dengan diterapkan aturan diskriminasi tersebut," tandasnya.
Sementara itu, Presidium Sekretaris Bersama Buruh, Sultono mengungkapkan, nasib serupa dialami para pedagang kecil yang beroperasi di areal rekreasi Ancol. Pasalnya mereka dikenakan pajak bernilai jutaan rupiah setiap bulannya untuk bisa berdagang di kawasan rekreasi itu.
"Pemprov DKI tidak boleh menutup mata dengan kondisi para sopir taksi dan pedagang kecil yang berusaha mencari nafkah hidup di areal Ancol," tukas Sultoni.