Kamis, 22 Mei 2014 Reporter: Budhi Firmansyah Surapati Editor: Lopi Kasim 4148
(Foto: doc)
Puluhan pengelola master meter operator air bersih PT Aetra Air Jakarta di wilayah Jakarta Utara mengeluhkan kebijakan pembaharuan kontrak. Sebab, salah persyaratannya memuat kewajiban pembayaran deposit sebesar Rp 7.500.000. Selain itu, klasifikasi pelanggan kelompok III B dengan tarif Rp 7.450 permeter kubik juga dirasa memberatkan.
Master meter merupakan sambungan air tunggal yang dikembangkan dan dikelola oleh kelompok swadaya masyarakat (KSM) sebagai sistem distribusi di suatu lingkungan yang tidak bisa dilayani langsung oleh PT Aetra Air Jakarta. Dari 30 pengelola master meter yang ada di DKI Jakarta, kebanyakan terdapat di wilayah Jakarta Utara.
Salah seorang pengelola master meter warga RT 05/19, Kelurahan Tugu Utara, Ricardo (38), mengatakan, setidaknya terdapat 23 pengelola di Jakarta Utara yang menolak kebijakan pembayaran deposit sebesar Rp 7.500.000. Mereka diantaranya merupakan warga RW 07 dan 08 Kelurahan Papanggo serta RW 06, Tanjung Priok, Tanjung Priok. RW 11, Rawa Badak Selatan, Koja, RW 09 dan 13 Kali Baru, RW 02, Marunda serta RW 09, Rorotan, Kecamatan Cilincing.
Dikatakan Ricardo, pihaknya merasa kebijakan yang diberlakukan dengan alasan ada diantara pelanggan menunggak tidak tepat diterapkan kepada mereka. Sebab selama ini, para pengelola cenderung sebagai pelanggan yang baik.
"Tahun 2011 kami saat membuat sambungan dikenakan uang jaminan sebesar Rp 55.000. Selama ini dari pengakuan rekan-rekan lain disini tidak ada yang pernah menunggak, jadi apa alasannya sambungan kami diancam akan diputus" keluhnya, Kamis (22/5).
Hal itu, kata Ricardo, menyebabkan para pengelola menolak kebijakan yang akan diberlakukan. Terlebih, selama ini mereka juga dibebankan harga dengan klasifikasi kelompok III B.
"Padahal lingkungan kami tergolong pemukiman kaum marjinal. Masa mau disamakan dengan usaha atau warga pondok indah," keluhnya lagi.
Hal serupa dikeluhkan oleh pengelola lain warga RT 13/13, Rorotan, Hasnawati (32). Karena bila diakumulasikan dalam setahun, belum tentu tagihan sebesar deposit yang dipersyaratkan.
"Saya bingung dapat surat undangan untuk datang sosialisasi, di suratnya ada tulisan kalau mau memperpanjang disuruh deposit Rp 7,5 Juta. Dalam setahun saja tagihan saya enggak sampai Rp 7,5 Juta," katanya.
Saat dikonfirmasi, Sekretaris Perusahaan PT Aetra Air Jakarta, Bambang Hernowo, mengakui, pihaknya memberlakukan kebijakan tersebut sebagai bentuk antisipasi hal yang tidak diinginkan. Sehingga ditetapkanlah kebijakan jaminan sebesar Rp 7.500.000. Kebijakan itu sendiri akan diterapkan berkala setiap tahunnya.
"Dasarnya adalah karena ada beberapa pelanggan yang menunggak, ini sebagai jaminan untuk mengantisipasi hal yang tidak diinginkan. Karena selama ini ada juga pengelola yang nakal," ujarnya.
Namun demikian, pihaknya tidak akan melakukan pemutusan sambungan meski ada penolakan pengelola. Untuk mencari solusi pihaknya menggunakan pendekatan persuasif dengan melakukan dialog dan sosialisasi.
"Kita akan coba dialog dengan mereka sehingga akan ada titik temu. Yang perlu dipahami bahwa ini merupakan kebijakan untuk melindungi semua pihak," ujarnya.
Sedangkan mengenai klasifikasi penggolongan tarif, lanjut Bambang, para pengelola dikategorikan pada kelompok III B karena mereka dianggap penjual. Dalam menyalurkan air, menurut pantauan pihaknya, para pengelola mendistribusikan dengan menjual air kepada warga.
"Ada juga yang langsung dibuat saluran ke rumah warga dan ada yang dia membuat seperti kolam penampungan bagi warga yang ingin mengambil air. Nah, mereka itu kita anggap sebagai usaha kecil," tandasnya.