Kamis, 17 April 2014 Reporter: Erna Martiyanti Editor: Agustian Anas 4860
(Foto: doc)
Swastanisasi air di ibu kota yang sudah dilakukan sejak tahun 1998 dengan dua operator penyedia air bersih, PT Aetra Air dan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dianggap merugikan Pemprov DKI Jakarta. Jika diakumulasikan kerugian yang sudah diderita mencapai Rp 1,1 triliun.
Direktur LBH Jakarta, Febi Yonesta mengatakan, perjanjian kerjasama (PKS) yang dilakukan PAM Jaya dengan dua operator dianggap merugikan. Sejak 1998 hingga 2012 tercatat kerugian yang diderita mencapai Rp 1,1 triliun. Kerugian diperkirakan akan lebih besar jika kerjasama tetap dilakukan sampai habis kontrak pada tahun 2022.
"Jika tetap dilanjutkan sampai tahun 2022, kerugian negara akan mencapai Rp 18,2 triliun," kata Febi dalam diskusi dengan tema Menuju Pengelolaan Air Yang Handal dan Terjangkau Bagi Penduduk Jakarta, di Gedung Joeang, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (17/4).
Di Jakarta sendiri ada dua operator penyedia air bersih yakni PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dan PT Aetra. Akar persoalannya terjadi saat awal kontrak saat era Soeharto. Kontrak kerja yang ada berlaku hingga 25 tahun. Bahkan saat Pemprov DKI Jakarta mengajukan rebalancing atau renegosiasi kontrak, tidak ditemukan kesepakatan, khususnya dengan PT Palyja.
Dalam kontrak tersebut terdapat aturan mengenai besaran imbalan dari PAM Jaya kepada pihak operator swasta. Per meter kubik air, PAM wajib mambayar sebesar Rp 7.000. Sementara, tarif air yang dibayarkan warga kepada PAM Jaya hanya Rp 1.000. Sehingga ada sebesar Rp 6.000 yang harus ditanggung PAM Jaya.
"Perjanjian kerja sama itu timpang dan mengandung berbagai persoalan yang menjerat dan melemahkan Pemprov DKI dalam hal ini PAM Jaya sebagai pemegang daulat rakyat untuk mengelola air," ucapnya.
Pihaknya juga menilai selama ini pemerintah tidak berani memutus kontrak kerja sama dengan pihak swasta dalam pengelolaan air baku di Jakarta.
Direktur PAM Jaya, Sri Kaderi mengatakan, untuk menekan angka karugian, Pemprov DKI Jakarta telah berencana membeli saham milik PT Palyja. Ditargetkan tahun ini akuisisi bisa dilakukan. "Kita sedang tahap due diligence atau pengkajian kelayakan," kata Sri.
Menurut Sri, sementara rencana akuisisi baru untuk PT Palyja saja. Tetapi tidak menutup kemungkinan juga akan dilakukan untuk PT Aetra. Namun hal itu akan dilakukan setelah akuisisi Palyja selesai dilakukan. "Memang ada rencana ke sana, tapi satu-satu. Untuk Palyja tahun ini kita harapkan selesai," ujarnya.