Jumat, 11 April 2014 Reporter: Hendi Kusuma Editor: Erikyanri Maulana 34989
(Foto: doc)
Tingginya jumlah penduduk serta banyaknya problematika baik sosial maupun ekonomi, membuat sebagian warga Jakarta harus berjuang mengatasi tekanan hidup serta mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Bahkan, dengan banyaknya problematika yang muncul, menyebabkan tidak sedikit warga ibu kota pada akhirnya memiliki tingkat frustasi, depresi dan stres yang tinggi hingga menimbulkan masalah kesetahan jiwa.
Dari data riset kesehatan dasar (riskesdas) Departemen Kesehatan tahun 2014 menyebutkan, terdapat 1 juta jiwa pasien gangguan jiwa berat dan 19 juta pasien gangguan jiwa ringan di Indonesia. Dari jumlah itu, sebanyak 385.700 jiwa atau sebesar 2,03 persen pasien gangguan jiwa terdapat di Jakarta dan berada di peringkat pertama nasional. "Berdasarkan riskesdas terakhir, pasien gangguan jiwa di Jakarta tahun ini meningkat drastis dibanding tahun lalu yang cenderung stabil," ujar Bella Patriajaya, Direktur RSJ Soeharto Heerdjan Grogol, Jumat (11/4).
Dikatakan Bella, kenaikan jumlah pasien tersebut bisa dilihat dari jumlah pasien yang datang ke rumah sakit yang dipimpinnya di mana per hari mencapai sekitar 200 jiwa. Sedangkan tahun lalu per hari hanya 150 pasien. Sedangkan untuk jumlah ruang inap di RSJ Soeharto Heerdjan terdapat 300 ruangan dan hampir 180 ruangan sudah terisi oleh pasien.
Menurut Bella, meningkatnya jumlah pasien gangguan jiwa disebabkan dua faktor . Pertama, tekanan hidup serta kemampuan adaptasi lingkungan yang cepat dan faktor kedua yakni, banyak warga Jakarta yang kurang peduli dengan masalah kesehatan jiwa. "Padahan ini sangat penting dan sama dengan kesehatan fisik. Untuk itu sebaiknya warga sebaiknya memeriksakan kesehatan jiwanya minimal sekali dalam satu tahun sebagai langkah preventif atau pencegahan awal," kata Bella.
Sementara itu, Kepala Sudin Kesehatan Jakarta Barat, Widyastuti menambahkan, pihaknya saat ini bekerjasama dengan beberapa klinik kesehatan untuk melakukan pencegahan dini atas penyakit kejiwaan. Pihaknya, sambung Widyastuti, juga terus menyosialisasikan dan memberi edukasi ke masyarakat menghilangkan kesan negatif terhadap masyarakat yang mengalami gangguan jiwa.
"Tidak semua orang pasien gangguan jiwa dikategorikan sebagai skizofrenia (gangguan jiwa berat). Ada juga yang hanya memiliki rasa cemas berlebihan," tandasnya.