Jumat, 15 Mei 2015 Reporter: Erna Martiyanti Editor: Dunih 6744
(Foto: Reza Hapiz)
Hukuman penjara dianggap kurang tepat bagi pengguna jasa prostitusi. Justru sanksi sosial dianggap cara yang paling ampuh dalam memberikan efek jera kepada para pelaku. Dengan sanksi sosial berupa ekspose pelaku ke publik, diharapkan pelaku jera melakukan perbuatan asusila.
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidajat mengatakan, praktik prostitusi memang sulit untuk dihilangkan. Sehingga harus ada cara yang ampuh untuk bisa meminimalisir kegiatan tersebut. Pemprov DKI Jakarta juga telah bekerja sama dengan pihak kepolisian untuk memberantas praktik tersebut, termasuk dengan mengintensifkan pendataan penduduk.
"Kalau menurut saya, pelakunya diekspose itu sudah merupakan suatu hukuman yang berat. Diekspose ke media, diberitahukan ke suami atau istri, saudara kalau ternyata mereka suka ‘jajan’. Sanksi sosial itu kadang-kadang jauh lebih efektif," kata Djarot, di Balaikota DKI Jakarta, Jumat (15/5).
Menurutnya, jika para pengguna jasa prostitusi dipenjarakan, maka sel yang ada tidak akan muat. Sebab, para pengguna jumlahnya cukup banyak. Ia melihat pekerja seks komersial (PSK) saat ini bekerja bukan karena faktor ekonomi. Melainkan sudah menjadi gaya hidup bagi sebagian orang. "Karena ada yang jadi PSK bukan karena faktor ekonomi, tapi gaya hidup. Kalau seperti itu harus ditindak," tegasnya.
Pemprov DKI Jakarta sendiri telah memiliki Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. Dalam Perda tersebut, tidak hanya mengatur sanksi bagi pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di sembarang tempat atau peminta-minta di jalan raya. Tapi, juga mengatur sanksi bagi mucikari, PSK, serta pengguna jasa prostitusi.