Rabu, 27 April 2022 Reporter: Aldi Geri Lumban Tobing Editor: Andry 4407
(Foto: Aldi Geri Lumban Tobing)
Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) DKI Jakarta mencatat 3,9 juta pelaku perdagangan (merchant) di Jakarta sudah menggunakan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) sebagai alat transaksi pembayaran elektronik.
Kepala KPw BI DKI Jakarta, Onny Widjanarko mengatakan, pihaknya menargetkan pengguna QRIS di wilayah setempat bisa menembus 4,5 juta merchant dari capaian nasional 15,1 juta merchant.
“Target kami di tahun 2022 itu ada tambahan sebesar 600.000 merchant. Jadi, kalau merchant sudah menjadi 3,9 juta, saatnya kita mendorong transaksi ke toko pakai QRIS,” ujarnya, Rabu (27/4).
Ia menjelaskan, sejauh ini, penggunaan QRIS semakin leluasa karena batas transaksi sudah ditambah dari Rp 5 juta menjadi Rp 10 juta. Keleluasaan ini diyakini dapat mendorong pertumbuhan transaksi digital di Jakarta.
Berdasarkan catatan KPw BI DKI Jakarta, pangsa ekonomi di Jakarta 17,19 persen terhadap perekonomian nasional. Angka ini diklaim tertinggi dibanding provinsi lainnya di Indonesia.
“Satu provinsi DKI Jakarta yang penduduknya 10,6 juta orang itu bisa punya pangsa 17,2 persen. Karena Jakarta merupakan pusat perdagangan transaksi digital, ini luar biasa,” katanya.
Onny menyampaikan, transaksi e-commerce di Jakarta mencapai Rp 22,4 triliun di akhir 2021 atau meningkat delapan persen dari triwulan sebelumnya di tahun 2021 sebesar Rp 21,7 triliun.
“Mestinya lebih, karena ini baru bersumber dari empat e-commerce lokal terbesar yang transaksinya juga besar di Jakarta,” ungkapnya.
Menurut Onny, pandemi COVID-19 membuat pergeseran perilaku warga dalam beraktivitas. Keterbatasan dalam berinteraksi atau berkomunikasi diambil alih digital atau teknologi, termasuk dalam bertransaksi.
“itu juga menjadi pemicu kenapa pada masa pandemi transaksi ekonomi melalui digital tidak turun, bahkan meningkat. Karena pas dengan situasi pandemi yang tidak diperkenankan kita in contact ataupun face to face,” tuturnya.
Onny mengungkapkan, berdasarkan riset Google pada 2021, nilai ekonomi digital Indonesia diperkirakan akan mencapai 146 miliar dollar pada 2025 yang artinya mendekati cadangan devisa negara saat ini. Karena itu, pihaknya optimistis, DKI Jakarta bakal tetap memiliki pangsa pasar paling besar ke depan.
"Sekitar 65-70 persen transaksi digital Indonesia ada di Jakarta. Kita itu pusat jasa keuangan, sehingga semua pelaku industri dan keuangan digital yang besar adanya di Jakarta," terangnya.
Ia menjelaskan, Bank Indonesia dan perusahaan penyedia jasa pembayaran (PJP) berkomitmen akan memperluas akseptasi pembayaran digital. Salah satunya melalui fasilitasi penggunaan QRIS di pasar dan pusat perbelanjaan.
Komitmen tersebut diwujudkan melalui Program Pasar dan Pusat Perbelanjaan SIAP (Sehat, Inovatif, dan Aman Pakai) QRIS. Tujuannya untuk mempermudah transaksi pembayaran sekaligus meningkatkan digitalisasi keuangan terutama di masa pandemi COVID-19.
“Sasaran program ini pedagang maupun pelaku UMKM di pasar. Nontunai itu akan membantu para pedagang pasar belajar menyusun laporan keuangan juga nantinya, karena semua tercatat,” urai Onny.
Onny menilai, adanya SIAP QRIS ini membantu mewujudkan Jakarta Smart City 4.0 dan memberikan peluang bagi UMKM memasuki lima akses penting dalam dunia ekonomi yakni akses keuangan, produksi, pasar, payment dan logistik.
“Kepraktisannya tidak perlu kembalian, uang masuk langsung ke rekening. Jika semua transaksi tercatat memudahkan bagi bank atau lembaga keuangan untuk memberikan kredit,” tandas Onny.