Jumat, 29 Oktober 2021 Reporter: Suparni Editor: Toni Riyanto 3864
(Foto: Suparni)
Dinas Kebudayaan (Disbud) Provinsi DKI Jakarta melalui Pusat Konservasi Cagar Budaya dan Suku Dinas Kebudayaan Jakarta Timur melakukan evakuasi Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) batu penggilingan yang diprakirakan berasal dari abad ke-18 dari trotoar Jalan TB Simatupang, Gedong, Pasar Rebo, Jakarta Timur, ke Balai Budaya Condet, Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.
Balai Budaya Condet dipilih sebagai tempat evakuasi, karena selain lokasinya yang tidak terlalu jauh dari lokasi awalnya, juga dimaksudkan agar objek bersejarah ini dapat lebih terawasi dan terlindungi keberadaannya.
Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Iwan Henry Wardhana, mengatakan, evakuasi ini merupakan upaya perlindungan dalam bentuk penyelamatan ODCB batu penggilingan yang diperkirakan berusia ratusan tahun tersebut.
"Evakuasi dilakukan agar objek lebih terlindungi, karena selama ini berada di trotoar jalan yang rentan rusak, baik karena cuaca atau tindakan vandalisme," ujarnya, melalui keterangan tertulis, Jumat (29/10).
Iwan mengungkapkan, Dinas Kebudayaan melakukan proses evakuasi batu penggilingan dengan bantuan dari berbagai pihak diantaranya Suku Dinas Bina Marga Jakarta Timur, Suku Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Jakarta Timur, serta Kelurahan Gedong.
"Kami sangat berterima kasih atas bantuan dan kerjasama Sudin Bina Marga Jakarta Timur, Sudin Penanggulangan Kebakaran Jakarta Timur, Kelurahan Gedong, dan pihak-pihak terkait sehingga proses evakuasi dapat berjalan lancar," ungkapnya.
Iwan menjelaskan, ODCB batu penggilingan tersebut akan dikonservasi melalui pembersihan dan perbaikan bagian objek yang mengalami kerusakan, dan kemudian akan diberikan narasi yang berisi keterangan akan sejarah batu penggilingan.
"Masyarakat yang datang ke Balai Budaya Condet dapat mengetahui sejarah dan cerita dari batu itu," terangnya.
Menurutnya, batu penggilingan merupakan alat pengolah tebu yang diprakirakan digunakan pada abad ke-17-18 Masehi. Dalam tulisan Haan (1935: 323-324) terdapat istilah suikermolen yang berarti pabrik pembuatan gula.
"Pada abad ke-18, istilah pabrik pembuatan gula ini merujuk pada pabrik gula dengan peralatan tradisional sederhana yang menggunakan batu untuk menggiling tebu," tuturnya.
Ia menambahkan, pada masa itu, gula menjadi salah satu komoditas penting untuk perdagangan di dunia. Batavia adalah salah satu daerah penghasil gula, dimana hasilnya di ekspor ke Cina dan Jepang (Reid 2011:25, 30-31, 41-42).
Produksi gula di Batavia dilakukan oleh orang-orang Cina yang bermukim di wilayah Pecinan. Menyadari produksi gula memberikan keuntungan, VOC akhirnya membuat ketetapan bahwa gula di Batavia, wajib di jual kepada VOC, tidak boleh diperjual belikan kepada pihak lain. Bahkan VOC yang menentukan harga gula (Lombard 2005: 248-249).
"Tahun 1710 adalah puncak kejayaan produksi gula di Batavia, dimana terdapat 130 pabrik pembuat gula yang dimiliki oleh orang Cina, dengan sebagian besar berada di sekitar Sungai Ciliwung," bebernya.
Namun setelahnya, lanjut Iwan, produksi gula mengalami penurunan, yang ditandai dengan berkurangnya pabrik gula. Pada tahun 1738 hanya terdapat 80 pabrik gula, di tahun 1750 terdapat 66 pabrik, hingga pada tahun 1786 hanya terdapat 44 pabrik gula (Haan 1935: 324).
"Selain ditemukan di Jalan TB Simatupang, Kelurahan Gedong, Kecamatan Pasar Rebo, lima batu penggilingan lainnya juga ditemukan di Kelurahan Penggilingan, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur. Warga setempat menyebutnya batu kiser/batu penggilingan tebu yang digunakan pada Abad 17-18 Masehi," ucapnya.
Iwan menuturkan, setelah menurunnya produksi tebu di Batavia dan keluarnya orang-orang Cina dari Batavia pada tahun 1740, orang-orang Cina mulai mendirikan bentengan-bentengan dengan pagar yang tinggi yang selanjutnya disebut Cina Benteng.
Salah satunya mulai membuat pabrik penggilingan tebu untuk dijadikan gula pasir di wilayah Cakung. Asal usul nama kampung penggilingan pun berasal dari nama batu penggilingan tersebut. Dahulunya nama kampung ini adalah Kampung Cakung yang terkenal dengan sebutan Kampung Gula.
"Saat ini, salah satu batu penggilingan lainnya juga berada di Museum Sejarah Jakarta," tandasnya.