Pemprov DKI memegang teguh tujuan awal pembangunan kampung susun, yaitu menghadirkan permukiman yang layak dan keamanan bermukim bagi warga.
Hal ini disampaikan Asisten Pemerintahan Sekda Provinsi DKI Jakarta, Sigit Wijatmoko, dalam menanggapi laporan LBH Jakarta yang mana di dalamnya juga membahas soal penataan kampung di Ibu Kota.
“Sebelumnya, kami sampaikan terima kasih dan apresiasi kepada LBH Jakarta yang telah menyusun laporan dan memberikannya kepada kami. Izinkan dalam kesempatan ini kami juga menyampaikan langkah-langkah yang sudah kami lakukan untuk menghadirkan keadilan sosial bagi seluruh warga Jakarta,” ungkapnya, dikutip dari Siaran Pers PPID Provinsi DKI Jakarta pada Sabtu (23/10).
Dalam menata kampung kota, Pemprov DKI Jakarta menggunakan pendekatan Community Action Plan, melibatkan ahli hukum dan perumahan untuk membantu merumuskan skema pengelolaan dan pemanfaatan sesuai kebutuhan warga. Warga di lingkungan tersebut juga memberikan masukan atas desain hunian. Mekanisme perumusan skema pemanfaatan dan pengelolaan kampung susun pun dilakukan sesuai kesepakatan bersama warga.
Seperti diketahui, Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Anies Baswedan, telah meresmikan tiga kampung kota sebagai wujud komitmen untuk memastikan warga mendapatkan hunian layak ketika rumah mereka harus digusur untuk kepentingan publik. Pertama, Kampung Susun Akuarium pada 17 Agustus 2021, yang mana pembangunan tahap 1 sudah rampung dengan 2 blok bangunan 5 lantai yang terdiri dari 107 unit hunian.
Untuk Kampung Susun Akuarium, terdapat Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 1093 Tahun 2021 tentang Tim Kajian Skema Pengelolaan Kampung Susun Akuarium. Dengan SK tersebut, kebijakan pengelolaan dan pemanfaatannya dapat menjamin keamanan bermukim dan berorientasi pada warga.
Kedua, Kampung Susun Cakung pada 7 Oktober 2021 yang akan ditempati 75 keluarga dari Bukit Duri, Jakarta Selatan, dengan 2 blok bangunan 5 lantai. Ketiga, Kampung Susun Kunir pada 14 Oktober 2021 yang diperuntukkan bagi warga Pinangsia yang menjadi korban penggusuran, dengan 1 blok bangunan 4 lantai berisi 33 unit hunian.
Kampung Susun Cakung dan Kunir ditargetkan selesai pada pertengahan tahun 2022. Untuk Kampung Susun Kunir telah dilakukan penandatanganan kesepakatan, sehingga perumusan skema bersama warga dapat berjalan pararel dengan proses konstruksi, dan setelah pembangunan selesai, skema pemanfaatan dapat langsung ditetapkan.
Sedangkan, untuk Kampung Susun Cakung, diskusi terkait skema terus dilakukan bersama para pendamping warga. Perlu diketahui pula, dalam revisi Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Pergub Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), terminologi 'kampung kota' telah diperkenalkan pada draft kedua rencana tata ruang tersebut.
Harapannya, dengan dimasukkannya terminologi ‘kampung kota’ lengkap dengan pengaturannya, kampung kota ke depannya akan lebih terlindungi, dapat terpenuhi hak-haknya, dan menjadi bagian integral dari pembangunan kota Jakarta.
Sementara itu, Gugus Tugas Reformasi Agraria (GTRA) DKI Jakarta juga telah merumuskan Naskah Akademis Reforma Agraria bagi 7 kampung prioritas, dan 14 kampung lainnya yang ditargetkan selesai segera.
Naskah Akademis ini menjadi landasan untuk penyelesaian permasalahan hak atas tanah yang dialami oleh kampung-kampung di Jakarta, khususnya kampung-kampung prioritas. Untuk mendorong perlindungan hak bermukim bagi kampung di Jakarta, Pemprov DKI Jakarta telah menerbitkan IMB Sementara Kawasan bagi lebih dari 7.502 rumah di berbagai kawasan perkampungan.
Terkait dengan bentuk-bentuk permasalahan struktural yang disebutkan dalam laporan LBH Jakarta, terdapat sejumlah hal yang perlu diluruskan, yaitu dalam hal diskriminasi administrasi yang dialami oleh warga Kebun Sayur, dapat diinformasikan bahwa perlakuan tersebut bukan dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta, terlebih Perum PPD adalah BUMN.
Dalam hal maladministrasi atas penerbitan SHM dan SHGB seperti yang terjadi pada Pulau Pari, dapat disampaikan bahwa penerbitan SHM dan SHGB adalah kewenangan dari Kantor Pertanahan dan BPN, bukan di Pemprov DKI Jakarta.
Kemudian, terkait laporan adanya penggunaan kekuatan pihak ketiga dalam melakukan intimidasi dan kekerasan seperti yang terjadi kepada warga Pancoran Buntu II, dapat diinformasikan bahwa tidak ada aparat Pemprov DKI Jakarta yang terlibat dalam kejadian di Pancoran tersebut.
Sementara itu, terkait adanya peraturan kepala daerah yang melegitimasi tindakan penggusuran paksa seperti yang diatur dalam Pergub DKI Jakarta No. 207 Tahun 2016, saat ini sedang dalam pembahasan untuk proses perbaikan regulasi.
Pemprov DKI Jakarta meyakini, LBH Jakarta menyampaikan laporan ini tentunya dengan menjunjung tinggi keadilan, seperti halnya komitmen Pemprov DKI Jakarta dalam menerapkan kebijakan kepada warganya. Untuk itu, Pemprov DKI Jakarta terbuka dan mengajak LBH Jakarta berkolaborasi secara substantif untuk menjadikan Jakarta lebih baik ke depannya.
BERITA TERKAIT
Warga Kampung Melayu Kini Punya Ambulans
Rabu, 20 Oktober 2021
1741
Hadirkan Hunian Layak Bagi Eks Warga Bukit Duri, Pemprov DKI Canangkan Pembangunan Kampung Susun Produktif Tumbuh Cakung
Kamis, 07 Oktober 2021
1060
Impian Warga Kampung Akurium Tempati Hunian Layak Jadi Kenyataan