Selasa, 17 Maret 2015 Reporter: Andry Editor: Agustian Anas 5264
(Foto: doc)
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tidak memasukan anggaran Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) kepada lima BUMD milik DKI di dalam draft RAPBD DKI tahun 2015 yang telah dievaluasi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Kepala Bidang BUMD, Badan Penanaman Modal Pemerintah (BPMP) DKI, Riyadi mengatakan, anggaran PMP lima BUMD DKI yang muncul di dalam draft RAPB DKI tahun 2015 tersebut hanya lampiran dan bukan diusulkan Pemprov DKI pada tahun ini.
Dana PMP lima BUMD yang terdiri dari PD Dharma Jaya, PT Ratax Armada, PT Cemani Kota, PT Graha Sahari Surya Jaya, dan PT RS Haji Jakarta itu dilampirkan sesuai permintaan Kemendagri. "Jadi Kemendagri meminta lampiran penerima PMP sampai tahun 2013, makanya dicantumkan semua, termasuk yang lima BUMD itu," katanya, Senin (16/3).
Riyadi menjelaskan kelima BUMD tersebut tidak mendapat PMP pada 2015 karena dianggap kurang produktif dan tidak menghasilkan laba bagi Pemprov DKI. Bahkan, DKI rencananya akan menjual saham BUMD PT Ratax Armada sebesar 27 persen. "Pemprov DKI sudah menawarkan ke mana-mana, jadi tidak mungkin kita kasih PMP ke BUMD yang akan dijual," ungkapnya.
Sementara PT RS Haji, kata Riyadi akan dihibahkan ke Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) sehingga tidak akan mungkin diberikan PMP dari Pemprov DKI. Tak hanya itu, nilai PMP dari kelima BUMD yang dilampirkan di draft RAPB DKI tersebut salah.
"Misalnya PMP PT Ratac, yang dilampirkan ke Kemendagri Rp 5,5 milliar, padahal sebenarnya hanya Rp 1, 540 miliar. Begitu juga dengan PT RS Haji, PMP-nya hanya Rp 51 miliar, tapi di lampiran draft RAPBD ditulis Rp 100 miliar," ungkapnya.
Hal senada juga diutarakan Sekretaris Daerah (Sekda) DKI, Saefullah. Ia menilai, persoalan lima BUMD DKI di dalam draft RAPBD DKI ini hanya salah penafsiran dari Kemendagri. "Yang lima itu maksudnya sudah dapat di tahun sebelumnya dan jangan sampai dapat lagi di 2015. Begitu isi naskahnya. Sementara untuk 2015, pihaknya mengajukan PMP ke PT Transportasi Jakarta sebesar Rp 1 triliun dan PT MRT Rp 4,62 triliun," ujarnya.
Saefullah mengaku tidak mengerti apakah pihak Kemendagri salah membaca atau menafsirkan data kelima BUMD yang pernah menerima dana PMP itu sehingga terjadi kesalahpahaman seperti ini.
"Saya enggak ngerti apa teksnya salah baca atau bagaimana. Ini salah penafsiran. Karena di 2015 enggak ada lagi PMP untuk lima BUMD ini," jelasnya.