Senin, 30 Desember 2019 Reporter: Mustaqim Amna Editor: Toni Riyanto 4182
(Foto: Mustaqim Amna)
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, menginstruksikan seluruh kantor, sekolah, dan fasilitas pelayanan kesehatan di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk menjadi pelopor pengurangan dan pemilahan sampah.
Hal ini tertuang dalam Instruksi Gubernur Nomor 107 Tahun 2019, yang disosialisasikan di Gedung Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, Jakarta Selatan, pada Senin (30/12).
Anies mengatakan, hal ini urgen sekarang, bukan hanya karena TPST Bantargebang sudah hampir mencapai kapasitas maksimalnya, namun karena ini masalah global dan Jakarta sebagai kota megapolitan terbesar di belahan selatan dunia.
"Jakarta tidak boleh menjadi contoh polluter terbesar di belahan selatan dunia. Artinya, diperlukan perubahan mindset," ujar Anies, seperti dikuti dari siaran pers PPID Provinsi DKI Jakarta.
Perubahan mindset artinya, lanjut Anies, tidak semua sisa konsumsi adalah sampah. "Sisa konsumsi bukanlah sampah, tetapi bahan untuk proses selanjutnya. Jika kita persepsikan sebagai sampah, maka useless. Akan tetapi, jika kita persepsikan sebagai sisa, maka masih bisa digunakan," terangnya.
Prinpsip 3R (Reduce, Reuse dan Recycle) harus ditumbuhkan ke masyarakat. Pemilahan pun harus dilakukan karena tidak semua dianggap sampah. Ini tentang bagaimana seluruh masyarakat bertanggungjawab atas kegiatan konsumsinya, sehingga tidak ada yang terbuang tanpa termanfaatkan.
"Semua kepala-kepala kantor, pastikan ini berjalan.
Ini milestone 2020 , tahun perubahan pengelolaan sampah di Jakarta. Tahun depan, seluruh kantor Pemerintah Jakarta bisa mengatakan bahawa kantor kita ramah lingkungan," ungkapnya.Anies menegaskan, seluruh kantor wajib membuat bank sampah. "Akhir Januari seluruh kantor pemerintah dan BUMD harus mempunyai bank sampah, termasuk sekolah," kata Anies.
Jika ini dilakukan, lanjutnya, maka target pengurangan sampah 30 persen akan tercapai. "Pengurangan ini di hulu bukan di hilir, sehingga beban pengangkutan sampah berkurang. Ini bisa menghemat biaya pengangkutan mencapai 1 miliar rupiah per hari karena volume yang diangkut berkurang dan pengolahan di hilir berkurang juga," jelasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, Andono Warih turut menjelaskan, pengurangan sampah dari sumbernya adalah level tertinggi dari partisipasi warga kota dalam pengelolaan sampah.
"Sebelum mewajibkan kepada masyarakat, maka kantor-kantor instansi Pemerintah Daerah, sekolah, dan fasilitas kesehatan yang dikelola oleh Pemprov DKI Jakarta harus dapat menjadi pelopor," imbuhnya.
Sebagai pelopor dan teladan pengelolaan sampah mandiri, instansi dan aparatur Pemprov DKI Jakarta diharapkan dapat mempercepat partisipasi aktif warga Jakarta dalam pengurangan, pemilahan, dan pengolahan sampah di sumber.
Ingub Nomor 107 Tahun 2019 mewajibkan instansi di lingkungan Pemprov DKI Jakarta untuk melakukan pengurangan dan pemilahan sampah, menyiapkan tempat pewadahan sampah terpilah di setiap ruangan kantor, melakukan pengolahan sampah terpilah, memastikan pelaksanaan pemilahan sampah sesuai petunjuk pelaksanaan, mengumpulkan sampah sesuai jadwal yang ditetapkan, serta memastikan terbentuk dan beroperasinya bank sampah di lingkungan kantor dan sekolah.
Ingub ini juga mengatur kewajiban memilah sampah di lingkungan pemerintah daerah menjadi tujuh jenis, yaitu sampah organik, sampah kertas, sampah elektronik, sampah bahan berbahaya dan beracun (B3), sampah plastik, sampah logam, dan residu.
"Pendekatan kolaboratif bersama masyarakat untuk bersama mengurangi sampah di sumber merupakan pilihan strategi yang paling tepat di Jakarta. Kami berusaha memberi teladan dari kantor-kantor kami," ucapnya.
Komposisi sampah warga Jakarta yang dikirim dari TPS-TPS ke TPST Bantargebang terdiri dari berbagai jenis sampah organik yang mencapai 59 persen dan sampah anorganik 18 persen.
"Jika pengurangan sampah di sumbernya, yaitu kita sendiri, berjalan dengan baik, maka berpotensi mengurangi berat sampah yang masuk ke TPST Bantargebang lebih dari 50 persen," tuturnya.
Andono mengatakan, salah satu ciri masyarakat modern adalah budaya memilah sampah. Pemilahan merupakan tahap penting dalam mengelola sampah, sehingga sampah dapat dimanfaatkan kembali. Sampah organik yang terpilah dapat diolah menjadi kompos menggunakan komposter atau lubang resapan biopori. Sampah anorganik yang terpilah dapat ditabung melalui bank sampah untuk selanjutnya diolah di industri daurulang. Hanya residu yang berakhir di TPA.
"Di kota-kota maju dunia, kita akan menemukan bagaimana seluruh masyarakat mengurus sampahnya sendiri. Sampah bukan saja diurus oleh pemerintah karena yang menghasikan sampah kita semua," tandasnya.
Untuk diketahui, dalam melakukan gerakan pengurangan dan pemilahan sampah di DKI Jakarta, saat ini Pemprov DKI Jakarta memiliki paket kebijakan pengelolaan sampah, baik yang masih dalam proses penyusunan maupun yang sudah ditetapkan dalam bentuk Pergub dan Ingub.
Kebijakan tersebut, antara lain;
1. Peraturan Gubernur Nomor 108 Tahun 2019 tentang Kebijakan dan Strategi Daerah DKI Jakarta Dalam Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sejenis Sampah Rumah Tangga, dengan target penurunan sebesar 22 persen sampah pada tahun 2020
2. Peta Jalan Pengelolaan Sampah DKI Jakarta yang saat ini sedang proses dengan target penurunan sampah 30% tahun 2022
3. Peraturan Gubernur tentang Kantong Belanja Ramah Lingkungan yang saat ini sedang proses, dengan target perubahan perilaku warga DKI Jakarta untuk hemat dalam pemakaian wadah dan kantong plastik
4. Instruksi Gubernur Nomor 107 Tahun 2019 tentang Pengurangan dan Pemilahan Sampah di Lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang akan disosialisasikan saat ini