Minggu, 25 Agustus 2019 Reporter: Rudi Hermawan Editor: Andry 2202
(Foto: Mochamad Tresna Suheryanto)
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta menggandeng Pakar Geologi Universitas Indonesia untuk bersama menegaskan bahwa instalasi Gabion yang terletak di Bundaran HI tidak menggunakan terumbu karang.
Penegasan ini juga sebagai jawaban atas polemik yang berkembang terkait penggunaan batu terumbu karang yang menjadi elemen Gabion.
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta, Suzi Marsitawati menyampaikan batuan yang digunakan pada ornamen instalasi Gabion merupakan batu gamping, yakni batu karang yang sudah mati dan berusia jutaan tahun.
“Jadi menanggapi informasi yang viral penggunaan terumbu karang di instalasi Gabion, saya nyatakan itu tidak benar bahwa yang kita gunakan adalah batu gamping sesuai dengan konsep yang telah disiapkan Dinas Kehutanan,” terang Suzi seperti dikutip dari siaran pers PPID Provinsi DKI Jakarta, Minggu (25/8).
Suzi mengaku bahwa pihaknya telah berkomunikasi dan berkordinasi dengan para pakar gelologi, aktivis lingkungan dan akademisi untuk mengecek batuan yang digunakan dalam instalasi Gabion, di mana hasilnya pun serupa bahwa tidak ada terumbu karang yang digunakan dalam instalasi tersebut.
“Jadi kita sudah berkomunikasi dengan pakar geologi, aktivis lingkungan dan akademisi,
kita periksa dan telah dinyatakan dari ahli geologi Universitas Indonesia bahwa itu adalah batu gamping yang awalnya dari batu karang dan terproses jutaan tahun menjadi batu gamping jadi sama sekali tidak benar kalau yang kita gunakan adalah terumbu karang,” tambahnya.Sementara itu pernyataan dari Kadis Kehutanan Provivinsi DKI Jakarta diperkuat juga oleh pakar sekaligus Dosen Geologi Universitas Indonesia, Asri Oktavioni Indaswari yang secara langsung meninjau batuan di instalasi Gabion.
“Setelah saya lihat, saya perhatikan ternyata batu gamping terumbu, dia terumbu karang dulunya tapi jutaan tahun lalu, kemudian dia mati dan dia mengalami proses geologi mineraliasasi dan berubah jadi batu yang lebih kita kenal sebagai batu gamping atau batu koral,” terangnya.
Asri melanjutkan bahwa posisi batuan ini di alam juga tidak terdapat di laut melainkan di pegunungan. Seperti yang terdapat di beberapa daerah di Indonesia seperti halnya di Lamongan, Gresik, Tuban dan masih banyak lagi.
“Posisinya (batu gamping) pun bukan lagi di pantai tapi di gunung seperti penambangan di Tuban dan Lamongan, Gresik, ini karena adanya patahan lempeng bumi sehingga daerah yang dulunya laut menjadi daratan dan batuan ini terendap dan bentuknya tetap mirip dengan batuan karang yang ada di laut,” paparnya.
Selain itu menurut Asri penggunaan batuan gamping atau batu koral yang berasal dari terumbu karang yang telah mati tidak melanggar dan sudah sesuai ketentuan penggunaan batuan.
“Sehari harinya batu itu dipakai untuk keramik dan diaplikasikan di dinding mal, hotel yang memiliki kesamaan dengan batu gabion, dan untuk undang-undangnya (regulasi penambangan) diatur oleh Kementrian ESDM, jadi untuk pertambangan mineral dan bahan galian C, dia diperjualbelikan bebas dan tidak melanggar konservasi atau merusak ekosistem,” jelas Asri.
Mengenai rencana ke depan Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta akan menambahkan narasi dan informasi di sekitaran ornamen atau instalasi yang dipasang di tempat-tempat publik sehingga dapat menjadi sarana edukasi bagi warga.
“Kita sekarang bergandengan tangan bersama aktivis lingkungan dan akademisi akan membuat narasi, yang akan kita susun dan dibuat diseputaran sekitar instalasi ini sehingga masyarakat tahu batu gamping itu prosesnya bagaimana dan kepedulian masyarakat terhadap terumbu karang kita akan buat narasi itu,” tandas Suzi.
Suzi juga menambahkan, telah berkomunikasi baik dengan Riyanni Djangkaru. Menurutnya, apa yang disampaikan Riyanni adalah masukan, dirinya dan jajaran Dinas Kehutanan terbuka terhadap semua masukan yang positif. Suzi menyatakan ke depan mereka sepakat untuk berkolaborasi untuk memberikan edukasi terhadap masyarakat terkait denga isu-isu lingkungan.