Rabu, 27 Maret 2019 Reporter: Budhi Firmansyah Surapati Editor: Budhy Tristanto 3086
(Foto: Budhi Firmansyah Surapati)
Bagi penggemar masakan pedas dan gurih, mungkin bisa mencoba nasi bakar olahan Miftahul Jannah, warga RT 03/03 Kelurahan Kebon Bawang, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Dibalut dengan branding vm_nasi_nasian, tampilan nasi bakar ikan cakalang, teri dan mixed varian yang disajikan ibu satu anak itu sekilas tampak sama dengan nasi bakar lainnya. Perbedaan baru akan nyata saat butiran-butiran nasi tersuap dan bersentuhan dengan indra perasa.
Sekilas, rasa gurih yang dikecap lidah mengingatkan akan rasa nasi uduk yang lazim menjadi santapan makan malam atau sarapan pagi. Namun gurih itu dijamin tidak membuat mual karena dibalut aroma dan rasa bakaran bungkus daun yang menetralisir.
Kenikmatan gurih itu semakin lengkap dengan paduan lauk sesuai selera seperti ayam suwir, ikan cakalang, teri atau perpaduan varian lauk tersebut. Karenanya, varian harga yang ditawarkan mulai dari Rp 12 ribu hingga paket komplit Rp 25 ribu, seolah sepadan dengan kepuasan rasa indera pengecap.
Khusus bagi penggemar masakan pedas, Miftahatul memberikan pilihan lima level tingkat kepedasan masakannya. Dengan jumlah cabai rawit 25-30 butir di level lima atau tingkat terpedas masakannya, dipastikan penggemar masakan pedas merasakan sensasi tersendiri.
Menurut Miftahatul, racikan masakannya mengandalkan santan dan bumbu dapur yang biasa digunakan ibu-ibu di dapur seperti bawang merah, bawang putih dan lada. Namun diakui, komposisi bumbu dan teknik memasak merupakan resep rahasia yang menjadikan kekuatan produknya.
"Rahasia dapur dong. Ya, komposisi bumbu dan teknik saya memang semakin matang setelah mengikuti pelatihan pengembangan kewirausahaan terpadu," katanya, Rabu (27/3).
Selain menambah pengayaan materi memasak dan menu penyajian, menurut Mifthatul, pelatihan program Pengembangan Kewirausahaan Terpadu (PKT) dari Suku Dinas Perindustrian dan Energi (PE) Jakarta Utara, juga memotivasinya semakin yakin dengan usaha yang dirintis serius sejak tiga tahun belakangan itu.
Pelatihan yang digelar sepekan lamanya itu, juga membekali materi pemasaran dan pengelolaan keuangan bagi usaha kecil. Dengan materi tersebut, Ia mengaku semakin memahami pentingnya memisahkan antara keuangan usaha dengan uang dapur rumah tangga.
Tidak heran, wanita berdarah campuran Minang dan Banten itu semakin yakin usahanya akan berkembang. Melalui pemasaran mulut ke mulut, masakannya kini sudah menembus pasar konsumen di kawasan Jakarta Selatan hingga Bekasi.
Setiap harinya, perempuan kelahiran Jakarta tahun 1991 itu biasa mendapat order paling sedikit 75 hingga lebih dari 300 bungkus nasi bakar. Jumlah itu belum ditambah pesanan lain seperti nasi bento, nasi tumpeng ataupun katering yang menjadi langganan rutin harian.
Alhasil, setiap bulan sedikitnya Ia bisa mengantongi antara Rp 5-7 juta dari hasil usaha kuliner. Dengan usahanya yang sudah menampakkan hasil itu, Miftahatul mengaku sudah tidak lagi berniat untuk bekerja seperti sebelumnya.
"Saya memang hobi memasak. Makanya sekarang sudah full dan serius berwirausaha," tandasnya.