Kamis, 13 Agustus 2015 Reporter: Andry Editor: Lopi Kasim 11135
(Foto: doc)
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI terus memonitor dan melakukan langkah antisipasi masuknya fenomena El Nino di ibu kota. Salah satunya dengan memetakan wilayah rawan kebakaran di lima wilayah kota serta menggencarkan sosilasasi pencegahan kebakaran di pemukiman padat penduduk.
Kepala Bidang Pemberdayaan dan Partisipasi Masyarakat, Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan DKI, Abdul Chair mengatakan, di Jakarta Pusat, wilayah yang masuk daerah rawan kebakaran yakni Tanah Tinggi, Galur, Kebon Kosong, Karang Anyar, Kebon Melati, Kebon Kacang, Jati Bunder dan Kramat Sentiong. Wilayah rawan kebakaran di Jakarta Barat meliputi Krendang, Kali Anyar, Jembatan Besi, Tambora, Duri Utara, Tangki, Jelambar Raya, Kota Bambu Selatan dan Utara.
"Palmerah Barat, Kapuk, Cengkareng, Semanan dan Kalideres juga termasuk dalam peta daerah rawan kebakaran," ujarnya, Kamis (13/8).
Di Jakarta Utara, kata Chair, wilayah rawan kebakaran tersebar di daerah Manggarai Selatan, Bukit Duri Selatan, Pejaten Timur, Cipete Utara, Mampang Prapatan, Gandaria Utara, Kebayoran Lama Utara, Petukangan Utara dan Selatan, Karet Belakang, Grogol Utara dan Pancoran.
"Untuk di Jakarta Utara, titik rawan kebakaran ada di Penjaringan, Kamal Muara, Kapuk Muara, Kali Baru, Cilincing, Sukapura, Warakas, Pademangan Barat, Kebon Bawang dan Koja," tuturnya.
Sedangkan di Jakarta Timur, lanjut Chair, daerah yang tergolong wilayah rawan kebakaran terdiri dari Kayu Manis, Jatinegara Barat, Lubang Buaya, Halim, Kampung Makasar, Kebon Pala, Kramatjati, Ciracas, Gedong, Kampung Tengah dan Susukan.
"Wilayah rawan kebakaran itu perlu diantisipasi para kepala sektor (Kasektor) di kecamatan lewat sosialisasi, simulasi, tatap muka sampai dengan penyuluhan kepada masyarakat," jelasnya.
Menurut Chair, daerah rawan kebakaran tersebut diklasifikasikan berdasarkan jumlah kasus serta kondisi tempat tinggal di wilayah penduduk yang umumnya dibangun semi permanen. Sampai saat ini pemicu kebakaran sendiri masih didominasi korsleting listrik.
"Karena kabel-kabel yang dipakai masyarakat itu murah, sementara pemakaiannya melebih beban listrik sehingga terjadilah korsleting," tandasnya.