Senin, 19 Februari 2024 Reporter: Aldi Geri Lumban Tobing Editor: Budhy Tristanto 7467
(Foto: Istimewa)
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengambil langkah konkret dalam aksi mitigasi dan adaptasi iklim. Salah satunya melalui pengarusutamaan Solusi Berbasis Alam (SBA) pada sejumlah program.
Kompleksitas pembangunan Jakarta yang dibersamai ancaman krisis iklim memunculkan ragam tantangan urban, baik dari aspek lingkungan, ekonomi maupun sosial.
Inisiatif Cities4Forests oleh World Resources Institute (WRI) Indonesia, mendukung komitmen ini dengan melakukan studi komprehensif SBA tentang mitigasi banjir dan inventarisasi gas rumah kaca (GRK).
Kepala Biro Pembangunan dan Lingkungan Hidup Sekretariat Daerah DKI Jakarta, Iwan Kurniawan menyampaikan, kota memiliki peran unik dalam pemulihan hijau pasca krisis dan membangun ketahanan, khususnya pascapandemi COVID-19 yang menunjukkan adanya kebutuhan ruang hijau di kota dan akses ke dalam alam perkotaan.
Dia menilai, pendekatan terpadu dalam pengelolaan keanekaragaman hayati kota melibatkan aspek hijau dan biru seperti, taman, sungai dan wet land menjadi bagian penting dalam perencanaan dan penataan DKI Jakarta.
“Dengan mengukur dampak ekosistem melalui metrik ekonomi dan lingkungan kota dapat mengembangkan pertumbuhan hijau yang meningkatkan fungsi ekologis dan mengintegrasikan nilai alam dalam pengambilan keputusan,” ungkap Iwan, pada acara Diskusi Integrasi Solusi Berbasis Alam dalam Strategi Pengelolaan Air dan Penurunan Gas Rumah Kaca di Jakarta, Senin (19/2).
Ketua Subkelompok Perencanaan Bidang Geologi, Konservasi Air Baku dan Penyediaan Air Bersih Dinas Sumber Daya Air Provinsi DKI Jakarta, Elisabeth Tarigan menjelaskan, Ruang Terbuka Biru (RTB) diarahkan dapat mengakomodasi empat pilar pengelolaan air di Jakarta, supaya air yang mengalir ditahan lebih lama sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat.
Adapun salah satu subkategori RTB yang menjadi fokus utama penerapan SBA adalah pembangunan waduk yang memperhatikan konsep infrastruktur hijau.
“Pengelolaan air hujan sebagai sarana retensi dan sarana detensi, yang tadinya dilakukan hanya melalui pendekatan struktural akan didukung dengan pendekatan yang lebih alamiah. Itu yang kita kejar dengan berbagai upayanya, menyeimbangkan RTB dengan RTH. Creating a multifunctional blue green public space,“ katanya.
Deputy Program Director
on Climate, Energy, Cities, and the Ocean WRI Indonesia, Almo Pradana menyampaikan, pengarusutamaan SBA oleh Cities4Forests merupakan sebuah alternatif aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di tingkat kota guna menghadapi tren peningkatan urbanisasi di Indonesia yang lebih dari 70 persen penduduknya akan tinggal di kota pada 2045.Dia menyampaikan, dalam menjamin keberlangsungan hidup masyarakat, pelestarian alam dan ketangguhan iklim, kemitraan Cities4Forests bersama Dinas SDA DKI Jakarta mendorong penerapan dan integrasi SBA dalam upaya peningkatan pengelolaan air di Jakarta, termasuk mitigasi banjir, serta dengan Dinas LH DKI Jakarta untuk inventarisasi GRK melalui pohon, pepohonan dan ruang terbuka hijau (RTH).
“Hal ini merupakan langkah konkret yang dapat didorong untuk mencapai target pengurangan emisi GRK di Jakarta sebesar 50 persen pada 2030, sebagaimana yang telah tertuang dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 90 Tahun 2021 tentang Rencana Pembangunan Rendah Karbon,” urai Almo.
Dari sisi mitigasi banjir, penyusunan studi tersebut didasarkan pada upaya mendukung langkah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam mengembangkan masterplan ruang terbuka biru (RTB) secara komprehensif yang salah satunya mengusung implementasi penyediaan ruang simpan air dan RTH multifungsi.
“RTH multifungsi merupakan konsep pengembangan fungsi RTH untuk dapat dimanfaatkan lebih optimal untuk fungsi penyimpanan air sementara (detensi) terutama saat curah hujan tinggi terjadi,” tandasnya.