Minggu, 10 September 2023 Reporter: Folmer Editor: Budhy Tristanto 3997
(Foto: Istimewa)
Akselerasi Pusat Kesehatan Masyarakat Indonesia (Apkesmi), Sabtu (9/9), menggelar konsensus pakar terkait peran tenaga kesehatan di Puskesmas dalam percepatan penurunan stunting. Kegiatan dihadiri 50 peserta dari wilayah Jabodetabek.
Menurut Ketua Umum DPP Apkesmi, Trisna Setiawan, hasil konsensus ini akan diserahkan kepada Kementerian Kesehatan dan Kementerian Dalam Negeri untuk mengakselerasi target penurunan stunting yang ditetapkan Presiden Joko Widodo menjadi 14 persen pada 2024.
“Stunting di Indonesia berdasarkan Hasil Survey Status Gizi di Indonesia (SSGI) 2022 mengalami penurunan prevalensi dari 24,4 persen di tahun 2021 menjadi 21,6 persen pada 2022. Untuk mengejar target stunting 14 persen pada 2024, diperlukan penanganan stunting sebesar lebih dari 3,5 persen per tahun,” kata Trisna, seperti dikutip melalui siaran pers, Minggu (10/9).
Trisna menyatakan, perlu kerjasama antar institusi kesehatan untuk memenuhi target yang ditetapkan presiden.
Berdasarkan data Riskedas 2018 menunjukkan angka prevalensi stunting menurut kelompok umur, terdapat sekitar 22,6 persen bayi yang panjang badan lahirnya kurang normal (48 sentimeter).
Setelah lahir, bayi usia 0-5 bulan yang memiliki panjang badan kurang dari normal menurut umur, meningkat menjadi 23,2 persen. Bahkan setelah bayi berusia 12-23 bulan menjelang 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) terjadi peningkatan bayi dengan panjang badan kurang dari normal menurut umur menjadi sebesar 37,3 persen.
Sementara sumber kasus stunting setelah lahir, banyak terjadi setelah usia enam bulan. Meski demikian, ada kasus bayi lahir sehat lalu menjadi stunting karena cakupan imunisasi dasar kurang dari 60 persen atau karena asupan gizi kurang.
“Pada 2020, terdapat 57 dari 100 anak usia 12-23 bulan yang menerima imunisasi dasar lengkap, sedangkan terdapat 70 dari 100 anak 6-23 bulan yang menerima minimal empat kelompok makanan dalam 24 jam,” paparnya.
Dikatakan Trisna, Puskemas merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang sangat penting di Indonesia dan menjadi unit pelaksana teknis dinas yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.
Pada kasus perlambatan pertumbuhan (faltering), kenaikan berat badan yang tidak sesuai umur dan jenis kelamin merupakan tanda awal stunting.
Kejadian ini, lanjut Trisna, dapat ditangani dengan standar pelayanan dan prosedur operasional di Puskesmas oleh dokter dan tenaga kesehatan pendukung lainnya, seperti tenaga pelaksana gizi, bidan dan perawat terkait.
"Puskesmas menjadi pilar krusial dalam tatalaksana stunting," tegasnya.
Sementara, berdasarkan data Dinas Kesehatan DKI Jakarta dari periode Maret-Juli 2023 yang dirangkum pada 30 Agustus 2023, disebutkan bahwa dari 22.312 kasus stunting yang telah berhasil ditangani sebanyak 4.159 kasus.. Dinkes DKI juga telah menyelesaikan 573 gizi buruk dari 1.977 kasus dan 1.187 kasus gizi kurang dari 9.032 kasus.
Sedangkan prevalensi stunting di DKI Jakarta sejak 2019 mengalami penurunan rata-rata 1,6 persen per tahun. Data SSGI tahun 2019 sebesar 19,7 persen dan SSGI tahun 2021 sebesar 16,8 persen, dan tahun 2022 sebesar 14,8 persen.
Hal ini sejalan dengan Rencana Pembangunan Daerah (RPD) Provinsi DKI Jakarta yang menargetkan prevalensi stunting sebesar 13,7 persen pada 2023.
Penanganan stunting dilakukan melalui intervensi sensitif dan intervensi spesifik oleh lintas sektor dan kolaborasi berbagai pihak.
Upaya untuk menurunkan prevalensi stunting hingga lima persen , dilakukan jajaran Dinkes DKI Jakarta dengan berupaya menemukan balita bermasalah gizi sedini mungkin sebelum menjadi stunting. Upaya tersebut dilakukan dengan membangun kemitraan dengan banyak pihak dalam gerakan Jakarta Beraksi.
Penemuan kasus secara proaktif melalui active case finding juga dioptimalkan Dnkes DKI untuk menemukan lebih banyak balita yang memiliki masalah gizi.
Upaya pencegahan dalam intervensi spesifik juga dilakukan Dinkes DKI dengan melakukan skrining anemia dan pemberian tablet tambah darah bagi remaja putri, lalu skrining calon pengantin, pemeriksaan berkala ibu hamil, serta pemberian makanan bagi ibu hamil yang kurang energi kronik.