Digoda Tahu Siksa

Oleh :

Tiyo Surya Sakti

Minggu, 14 Juli 2024 | 1487

Aroma wangi masakan menyelinap keluar menggoda hidung para pengguna jalan yang melintas di kawasan Jalan Mohammad Kahfi 1, Jagakarsa, Jakarta Selatan.

Di sudut jalan itu, seorang lelaki berusia senja dan berperawakan kurus sibuk melayani pembeli di sebuah lapak dagangan mini bermeja kayu dan beratapkan terpal biru.

Dari balik lapaknya yang dipayungi pohon rindang, Arsyad (69) dengan tangan keriputnya terlihat lincah menggoreng tahu di wajan.

Sesekali, lelaki asli Betawi ini membetulkan letak kacamatanya seraya merapikan daun pisang yang digunakan sebagai pembungkus tahu.

Di hadapan Arsyad sudah berdiri beberapa pengguna jalan yang berhenti karena tergoda ingin mencicipi kuliner khas Betawi bernama Tahu Siksa ini.

"Hampir setiap pulang kerja saya beli Tahu Siksa. Harganya murah, tapi rasanya sangat lezat," kata Julia Kurniati (34), salah seorang pembeli Tahu Siksa di lokasi.

Perempuan asal Cipedak, Jagakarsa, Jakarta Selatan ini mengaku awalnya tergoda ingin menjajal Tahu Siksa karena namanya yang unik dan terkesan menyeramkan. Di balik namanya yang fenomenal, kuliner ini diakuinya memiliki rasa gurih dan lezat, terutama ketika disantap dalam kondisi masih panas.

"Cara memasaknya yang unik menggoda indra penglihatan dan penciuman saya setiap melewati jalan ini," aku Julia.

Jalan Keluar dari Himpitan Ekonomi

Matahari belum menyingsing, arah jarum jam baru menunjuk di angka satu. Di siang hari yang terik itu, suara spatula dan wajan milik Arsyad beradu melawan kebisingan lalu-lalang deru kendaraan di Jalan Mohammad Kahfi 1.

Di tengah kesibukannya menggoreng Tahu Siksa, Arsyad bercerita awal mula dirinya berjualan kuliner ini. Kisah perjalanan warga Jalan Masjid II, Mampang, Pancoran Mas, Depok menjadi penjual Tahu Siksa dimulai pada 1997 atau 27 tahun silam.

Arsyad menuturkan, ide berjualan Tahu Siksa hadir di benaknya ketika himpitan ekonomi semakin merongrong setelah anak bungsunya lahir. Pada masa itu, mulai ramai bermunculan pedagang Tahu Siksa dengan pendapatan cukup menjanjikan.

"Waktu itu penjual Tahu Siksa laris dibeli orang. Karena butuh uang, saya tergoda ikut jualan kuliner ini," ujarnya sambil menunjuk tahu kuning yang tengah digoreng di wajan.

Tekad kuat kakek yang telah dikaruniai enam cucu untuk merubah nasib dengan berjualan Tahu Siksa ini pun membuahkan hasil. Perlahan-lahan, perekonomiannya berhasil bangkit dari keterpurukan berkat kerja kerasnya yang setiap hari berjualan kuliner ini dari pukul 13.00-19.00.

Saat awal memulai usaha pada 1997, Arsyad yang sehari-hari berpenampilan sederhana dengan peci hitam dan kemeja lengan pendek ini menjual Tahu Siksa seharga Rp 1.000 per empat potong.

"Sekarang Tahu Siksa saya jual Rp 1.500 per potong. Per hari, saya bisa jual 500 potong Tahu Siksa dengan omzet antara Rp 600-750 ribu," ungkapnya.

Menurut Arsyad, proses memasak Tahu Siksa cukup mudah. Hanya bermodalkan peralatan wajan dan spatula, tahu ini cukup dimasak dengan cara digoreng menggunakan sedikit minyak hingga berwarna kecokelatan.

"Proses masaknya cepet. Cuma butuh waktu lima menit. Abis itu tinggal dibungkus daun pisang sama dikasih tambahan cabe rawit," katanya sambil memperbaiki posisi kursi kayu yang didudukinya.

Selain meraih pendapatan dari tempatnya berjualan, Arsyad juga kerap mendulang rezeki dari hasil penjualan Tahu Siksa yang dipesan dalam jumlah besar. Khususnya untuk acara-acara hajatan seperti pernikahan, khitanan dan sejenisnya.

"Kalo di acara hajatan besar, pembeli rata-rata pesen sampe 1.000 potong. Selain cabe rawit, saya juga kasih bumbu kacang buat lengkapin sajian," bebernya.

Asal Usul Tahu Siksa

Tahu Siksa tidak hanya dikenal lezat dari segi cita rasa, tapi juga mengundang penasaran setiap orang yang mendengar namanya. Kata 'Siksa' pada kuliner ini tercetus dari proses memasaknya yang unik. Karena tahu kuning berbahan dasar kedelai ini dimasak hanya menggunakan minyak sangat sedikit di atas wajan yang panas.

Budayawan Betawi, Yahya Andi Saputra mengatakan, pada era 1950-an, di Jakarta banyak masyarakat Betawi yang memiliki pabrik tahu berwarna kuning dengan tekstur padat sebagai ciri khasnya.

"Mereka (masyarakat Betawi, red) banyak membuka pabrik tahu di wilayah pinggiran Jakarta seperti Tangerang dan Tangerang Selatan, Banten hingga Depok," tuturnya.

Pada masa ini, sambung Yahya, Tahu Siksa lebih dikenal di kalangan masyarakat Betawi yang tinggal di Ciputat. Mengingat, kala itu Pasar Ciputat menjadi salah satu pusat atau sentra tahu terbesar, sehingga memunculkan banyak pedagang yang berjualan kuliner ini.

"Karena menjadi sentra terbesar penjual tahu, maka munculah penamaan Tahu Ciputat yang sekarang lebih populer disebut Tahu Siksa," terangnya.

Dari wilayah Ciputat, peredaran kuliner ini mulai memasuki pelosok Jakarta hingga tersohor dengan sebutan Tahu Siksa karena proses memasaknya hanya menggunakan sedikit minyak seperti 'menyiksa'.

"Tahu Siksa dahulu disantap hangat-hangat sebagai menu sarapan bersama kopi atau teh pahit dan kopi jahe, lalu disajikan dengan makanan pendamping seperti gemblong dan timus," terang Yahya.

Yahya mengungkapkan, sampai saat ini, Tahu Siksa dengan bentuk dan cara memasaknya yang unik masih mudah ditemui di acara-acara hajatan masyarakat Betawi seperti pernikahan atau hiburan layar tancap.

"Karena intinya kuliner yang mempunyai ciri khas dan mampu mempertahankan rasa, maka akan terjaga eksistensinya," ucapnya.

Selain di Jalan Mohammad Kahfi I, Tahu Siksa bisa dijumpai masyarakat di kawasan Karet Kuningan, Setiabudi dan Pondok Pinang, Kebayoran Baru. Bagi yang penasaran ingin mengecap rasa kuliner ini, yuk sambangi penjual Tahu Siksa di lokasi terdekat kalian....