Selasa, 29 Maret 2022 Reporter: Aldi Geri Lumban Tobing Editor: Andry 2631
(Foto: Istimewa)
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Jakarta menggelar Kick Off Meeting Rencana Penyusunan Perda DKI Jakarta Tentang Urusan Ketenteraman dan Ketertiban Umum (Trantibum).
Pertemuan yang dilakukan secara hybrid ini diikuti perwakilan dari kementerian, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), tokoh agama, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan komunitas di DKI Jakarta.
Adapun pemateri atau narasumber yang dihadirkan dalam kegiatan ini seperti Ketua Komite III DPD RI, Sylviana Murni; Direktur Pol PP dan Linmas Kemendagri RI, Bernhard E Rondonuwu; Ahli Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan Universitas Indonesia, Sony Maulana Sikumbang; Kriminolog dan Guru Besar Universitas Indonesia, Adrianus Eliasta; dan Direktur Produk Hukum Daerah Ditjen Otonomi Daerah Kemendagri, Makmur Marbun.
Kepala Satpol PP DKI Jakarta, Arifin mengatakan, Pemprov DKI Jakarta memiliki satu perda yang mengatur tentang ketertiban umum di Jakarta yakni Perda Nomor 8 Tahun 2007 Tentang Ketertiban Umum (Tibum).
Pihaknya menilai, ada hal-hal atau pengaturan pada pasal-pasal di perda tersebut yang mungkin sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman dan kebutuhan masyarakat saat ini.
“Banyak problema yang dihadapi para personel Satpol PP selaku penegak perda dalam implementasinya. Pada Perda Tibum ada dinamika yang seringkali membuat personel dalam pelaksanaannya mengalami hambatan,” ungkap Arifin, Selasa (29/3).
Arifin menyampaikan, dari pertemuan ini diharapkan dapat muncul pokok-pokok pikiran, ide dan gagasan dalam rangka pelaksanaan perubahan Perda Nomor 8 Tahun 2007 Tentang Ketertiban Umum.
Pembahasan rencana penyusunan Perda tentang Urusan Ketenteraman dan Ketertiban Umum ini dinilai harus berlandaskan pada aspek yuridis, sosiologis, maupun aspek filosofi. Sehingga nantinya perda yang akan dirumuskan sesuai dengan zamannya dan memberikan suatu keteraturan bagi masyarakat Jakarta.
"Karena sesungguhnya, ketenteraman dan ketertiban umum menjadi urusan pemerintahan yang bersifat wajib," ucap Arifin.
Ia berharap, pertemuan hari ini dapat menjaring masukan dari para ahli untuk bisa dijadikan pedoman dalam proses perancangan perda tersebut nantinya.
"Saya berharap peserta
kick off juga bisa memberikan masukan positif untuk memperkaya revisi dari Perda 8 Tahun 2007 ini," tuturnya.Pada kegiatan ini, Ketua Komite III DPD RI, Sylviana Murni menyampaikan materi tentang Penerapan Sanksi Implementatif dalam Penegakkan Perda Tentang Ketertiban Umum di Wilayah DKI Jakarta.
Menurut Sylvi, Perda Nomor 8 Tahun 2007 ini perlu direvisi. Rekomendasi yang diberikan Sylvi di antaranya kejelasan kriteria sanksi pidananya, derajat kerugian terhadap publik, frekuensi pelanggaran yang dilakukan, pelanggaran yang dilakukan sejauh mana dan alat bukti yang dimasukan termasuk pelanggaran atau tidak.
“Banyak penolakan secara pemahaman hukum banyak yang memahami dan sedikit juga yang belum mengerti isi Perda. Maka itu, Perda Nomor 8 Tahun 2007 ini Perda karet. Ini yang mesti diluruskan,” ucap Sylvi.
Sylvi juga memberikan alternatif penambahan sanksi pidana berupa kerja sosial. Pada praktiknya, sambung Sylvi, sanksi kerja sosial telah diterapkan di sejumlah negara seperti Belanda, Polandia, dan Perancis yang menempatkan kerja sosial sebagai pidana pokok.
“Itu pembelajaran yang bikin malu, dan tidak akan dilakukan lagi, tapi bukan pidana. Prinsipnya, bagaimana kita punya rasa bersama-sama untuk berubah, jangan anteng saja karena ini Perda karet yang bisa digunakan kapan dan di mana saja,” tandas Sylvi.