Selasa, 29 Maret 2022 Reporter: Yudha Peta Ogara Editor: Andry 2469
(Foto: Yudha Peta Ogara)
Wakil Gubernur (Wagub) DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria menghadiri kegiatan Forum Konsultasi Publik Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Tingkat Provinsi DKI Jakarta Tahun 2022 di Balai Kota.
Pada kegiatan tersebut, Ariza menyampaikan persentase penduduk pra-sejahtera di Jakarta saat ini sudah sangat rendah. Hal ini bisa terwujud berkat dukungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melalui berbagai program pengentasan kemiskinan berkolaborasi dengan pemerintah pusat.
"Sesuai arahan Presiden pada Rapat Terbatas 4 Maret 2020 lalu, Indonesia berkomitmen mewujudkan kemiskinan ekstrem menjadi 0 persen di 2024," ujarnya, Selasa (29/3).
Terkait hal itu, sambung Ariza, pemerintah akan melanjutkan dan meningkatkan program Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Kartu Sembako. Dalam pengentasan kemiskinan tahun ini, pemerintah menetapkan sasaran prioritas 212 kabupaten atau kota dengan tingkat kemiskinan ekstrem berada di angka 3-3,5 persen.
Ia menerangkan, komitmen tersebut sesuai agenda global Sustainable Development Goals (SDGs) di 2030 yang menuntut percepatan penanganan kemiskinan ekstrem secara terintegrasi melalui kolaborasi intervensi.
"Persentase penduduk miskin ekstrem di Jakarta sudah sangat rendah. BPS mencatat bahwa tingkat kemiskinan ekstrem di Jakarta per Maret 2021 sebesar 1,3 persen," ungkapnya.
Ariza menambahkan, Jakarta memiliki pekerjaan rumah yang besar untuk memastikan 1,3 persen penduduk pra-sejahtera ekstrem ini mengalami graduasi atau meningkat kesejahteraannya. Termasuk, menjaga agar penduduk yang sudah ada di atas garis kemiskinan ekstrem tidak jatuh ke bawah.
"Untuk menjawab tantangan itu, kita berinisiatif menyusun grand design pengembangan pengelolaan data terpadu serta upaya penanggulangan kemiskinan," ungkapnya.
Ia berharap, grand design tersebut dapat menjadi dokumen hidup yang menjawab akar permasalahan seputar pengelolaan data terpadu sesuai dengan konteks lokal dan kebutuhan warga Jakarta.
Penyusunan grand design ini dibutuhkan kolaborasi yang baik antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan organisasi masyarakat sipil, lembaga riset dan pendanaan lain hingga filantropi.
"Ini agar rumusan yang dihasilkan dari
grand design untuk pengembangan pengelolaan data terpadu tersebut dapat menjadi pedoman bersama," tandasnya.