Rabu, 28 April 2021 Reporter: Rezki Apriliya Iskandar Editor: Erikyanri Maulana 1085
(Foto: Rezki Apriliya Iskandar)
Dalam rangka Penyusunan Indeks Keterbukaan Informasi Publik (IKIP) yang diinisiasi oleh Komisi Informasi Pusat, Komisi Informasi (KI) DKI Jakarta melaksanakan Focus Group Discussion (FGD) IKIP di Hotel Mercure Cikini, Jakarta Pusat.
FGD IKIP dihadiri oleh kelompok kerja (Pokja) DKI Jakarta yang beranggotakan lima komisioner KI DKI Jakarta, yaitu Harry Ara Hutabarat, Harminus, Arya Sandhiyudha, Nelvia Gustina dan Aang Muhdi Gozali serta dua anggota POKJA Eksternal KI DKI Jakarta, yaitu Herry Hermawan dan Abdul Rahman Ma’mun.
Ketua Komisi Informasi Pusat, Gede Narayana mengatakan, penyusunan Indeks Keterbukaan Informasi Publik bertujuan memotret dan melihat secara luas pelaksanaan dari Keterbukaan Informasi Publik yang hasilnya bisa memberikan manfaat atau tidak kepada publik dengan metodologi yang sudah ditetapkan. Oleh karena itu, lanjutnya, di FGD IKIP dihadiri pula tim ahli yang beranggotakan lima ahli di bidang keterbukaan informasi publik. Dalam metodologi penyusunan IKIP terdapat tiga indikator, yaitu politik, ekonomi dan hukum untuk melihat Keterbukaan Informasi Publik yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
"Dalam hal ini, DKI Jakarta dijadikan sebagai barometer oleh provinsi-provinsi se-Indonesia dengan dibuktikan oleh objektivitas dalam penilaian dan data-da
ta," ujar Gede Narayana dalam keterangan tertulis yang diterima Beritajakarta.id, Rabu (28/4).Sebagai informasi, IKIP merupakan program prioritas Komisi Informasi yang telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2019-2024. Sebelumnya telah dilakukan uji publik terhadap pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner kepada 16 responden terpilih yang terdiri dari unsur akademisi, praktisi pelaku usaha, CSO dan badan publik. Kemudian dilakukan pembobotan nilai indikator oleh para ahli dan juga melaksanakan empat Bimbingan Teknis Regional kepada seluruh Pokja Daerah di Indonesia. Setelah melaksanakan beberapa tahapan tersebut, untuk mencapai target tersusunnya IKIP di seluruh Indonesia, maka dilaksanakan FGD serentak selama April 2021 di 34 Provinsi termasuk Provinsi DKI Jakarta.
Ketua Pokja DKI, Harry Ara Hutabarat menambahkan, pihaknya berupaya melaksanakan wawancara dengan objektif kepada informan ahli. Sejak awal pihaknya sudah menentukan informan ahli secara objektif dan profesional dari unsur masyarakat, badan publik dan pelaku usaha. Oleh karena itu, IKIP ini menjadi sangat penting karena bukan hanya melihat dari badan publiknya saja melainkan lebih komprehensif melihat Jakarta ke depannya.
"Kita semua berharap ada perbaikan-perbaikan kebijakan sehingga tidak hanya selesai di tahapan scoring tetapi ada tindak lanjutnya setelah ini untuk Jakarta yang semakin terbuka informasi publiknya," katanya.
Harry menjelaskan, informan ahli Pokja DKI Jakarta berjumlah sembilan orang yang merepresentasikan tiga unsur, yaitu badan publik, publik atau masyarakat dan pelaku usaha. Kehadiran informan ahli Pokja DKI Jakarta diharapkan dapat menggali, memperkaya dan mendiskusikan terkait implementasi Keterbukaan Informasi Publik di DKI Jakarta sehingga menghasilkan output berupa nilai IKIP yang objektif.
Sebelumnya Pokja DKI Jakarta telah melaksanakan wawancara kepada sembilan informan ahli dengan kuesioner yang terdiri dari 20 indikator pertanyaan, yaitu:
1. Kebebasan mencari informasi tanpa rasa takut,
2. Akses atas informasi dan diseminasi informasi badan publik,
3. Ketersediaan informasi yang akurat, jelas/terpercaya,
4. Partisipasi publik,
5. Literasi publik atas hak keterbukaan informasi,
6. Proposionalitas pembatasan keterbukaan informasi, berbiaya ringan dan cepat untuk mendapatkan informasi,
7. Tata kelola informasi badan publik,
8. Dukungan anggaran bagi pengelolaan informasi publik,
9. Kemanfaatan informasi bagi publik,
10. Keberagaman kepemilikan media,
11. Keberpihakan media pada keterbukaan informasi,
12. Jaminan hukum terhadap akses atas informasi publik,
13. Transparansi,
14. Jaminan hukum terhadap akses atas informasi publik,
15. Kebebasan menyebarluaskan informasi,
16. Perlindungan bagi pemohon informasi publik,
17. Kebebasan dari penyalahgunaan informasi,
18. Perlindungan hukum bagi whistleblower,
19. Kepatuhan menjalankan UU KIP, dan
20. Ketersediaan mekanisme penyelesaian sengketa informasi secara independen.