Jumat, 24 Oktober 2014 Reporter: Folmer Editor: Dunih 3082
(Foto: Wahyu Ginanjar Ramadhan)
Kursi Gubernur DKI Jakarta yang baru saja dilepas Joko Widodo, kini jadi incaran sejumlah politisi. Namun, Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) memilih akan mengundurkan diri dari jabatannya jika Ketua DPD Gerindra DKI Mohamad Taufik menjadi Gubernur DKI.
"Ini preseden hukum yang tidak baik. Jadi tafsiran dia (Taufik), kalau gubernur mundur, wakilnya nggak naik. Gubernurnya tetep dipilih dari DPRD," kata Basuki di Balaikota, Jumat (23/10
).Ia menegaskan, skenario terkait tasfir hukum yang diajukan oleh Taufik bertujuan agar dirinya menjadi Gubernur DKI Jakarta.
"Kalau sampai terjadi, saya pilih berhenti saja, daripada jadi wakilnya orang gila seperti Taufik, kan males banget," tegasnya.
Padahal, menurut Basuki, Perppu Nomor 1 Tahun 2014 pada Pasal 203 berbunyi seorang gubernur boleh memilih wakil gubernurnya sendiri. Namun, Wakil Ketua DPRD DKI itu justru mencari celah hukum dengan menggunakan pasal lain dalam peraturan tersebut.
"Kalau memang terjadi seperti itu, negara ini sudah kacau balau tata negaranya. Mungkin dia mau cari pakar hukum yang keblinger untuk mendukung argumen dia. Makanya aku nggak mau pusingin. Kita kerja saja, nggak usah dibahas ," tuturnya.
Sebelumnya M Taufik memandang UU Nomor 29 tahun 2007 tentang Kekhususan DKI Jakarta tidak mengatur mekanisme pemilihan kepala daerah pengganti jika jabatan ditinggal di tengah jalan. Sementara, UU Nomor 32 Tahun 2004 sudah tidak berlaku karena terbitnya UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. UU ini juga tidak berlaku lagi setelah Presiden keenam SBY menerbitkan Perppu Nomor 1 Tahun 2014.
Merujuk peraturan itu, pada Pasal 174 disebutkan, kepala daerah yang mangkat tidak otomatis digantikan oleh wakil kepala daerahnya. Pengganti kepala daerah dipilih oleh DPRD jika sisa masa jabatannya masih di atas 18 bulan. Dengan begitu, DPRD dapat mengajukan dua calon nama pengganti kepala daerah yang mangkat.