Senin, 30 Mei 2016 Reporter: Erna Martiyanti Editor: Rio Sandiputra 10362
(Foto: Reza Hapiz)
Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama mengaku masih menerima banyak aduan mengenai oknum RT/RW yang meminta pungutan liar (pungli). Bahkan beberapa diantaranya memanfaatkan fasilitas umum fasilitas sosial (fasos-fasum) yang ada di lingkungan masing-masing.
"Pengaduan masyarakat ada oknum RT/RW yang minta uang, banyak. Tadi saya juga baru dapat pengaduan satu, ada oknum RT/RW nggak kasih dia masuk jalan, itu lucu minta uang. Itu tadi dia laporan di depan," kata Basuki di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (30/5).
Basuki mengatakan, saat ini tengah membersihkan beberapa lokasi yang sering dijadikan pemasukan bagi oknum RT/RW. Seperti lapak pedagang kaki lima (PKL), parkir liar, serta lainnya. "Itu mungkin faktor yang buat orang marah. Nanti lama-lama orang kalau cuma ingin cari duit, nggak mau jadi RT/RW di Jakarta," ucapnya.
Basuki mencontohkan ada oknum RT/RW di Jakarta Barat meminta uang sebesar Rp 1 juta kepada PKL. Padahal seharusnya RT/RW menjadi pemerhati warganya. "Sekarang oknum RT/RW bisa dapat uang parkiran, lapak, surat rekomendasi, jual-beli tanah, mau buka izin usaha toko bayar Rp 1 Juta di Jakarta Barat. Ini bukan cerita omong kosong," tuturnya.
Basuki menceritakan asal mula terbentuknya RT/RW di Indonesia. Pemerintah Jepang saat menjajah yang membentuknya. Keberadaan RT/RW digunakan untuk mengawasi warga yang keluar masuk wilayahnya. Kemudian pada zaman Orde Baru, RT/RW tetap dimanfaatkan untuk bisa mengontrol warga.
"Sekarang itu bagus, tapi bukan buat malakin orang. Bukan buat berkuasa tapi melayani. Kalau kamu merasa aplikasi Qlue nggak bagus, saya mau tanya, kamu mau laporan bagaimana?," tandasnya.