Selasa, 03 Juni 2014 Reporter: Ari Cleofatra Fernandea Editor: Dunih 11897
(Foto: Yopie Oscar)
Keberadaan bus tingkat wisata atau Bus City Tour dengan tujuan keliling Jakarta disambut antusias warga ibu kota. Namun, untuk memaksimalkan pengelolaan bus tersebut menjangkau sejumlah destinasi wisata di Jakarta, diusulkan diambil alih pihak yang secara khusus menangani dunia pariwisata sehingga pengelolaannya menjadi lebih profesional.
Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna mengatakan, selama ini bus tingkat wisata menjadi tidak efektif sebagai wahana pengakomodir transportasi wisata. Sebab menurut Yayat, bus-bus tersebut tidak melayani destinasi-destinasi tujuan wisata di DKI Jakarta.
"Memang untuk sebagai wahana akomodir transportasi diperlukan armada seperti halnya di kota-kota lain seperti di Solo dan Bandung. Tapi, Jakarta jangan hanya sekadar punya, melainkan harus juga menjangkau destinasi wisata di Jakarta dong," ucap Yayat,
Selasa (3/6).Menurutnya, keberadaan bus juga menjadi inefisiensi lantaran ketidaktepatan suatu badan yang mengelolanya. Pasalnya, selama ini armada-armada yang hanya berjumlah lima unit itu, dikelola dan dinaungi oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI (Disparbud) DKI Jakarta. Padahal, seharusnya bus tersebut dikelola oleh pihak swasta seperti Asosiasi Hotel dan Restoran Indonesia (AHRI) atau pun kepada asosiasi tour and travel.
"Lebih baik dikelola oleh praktisi dan profesional terkait, karena nanti akan tepat guna. Yaitu bisa dijadikan sebagai sarana yang mengantar ke sektor unggulan pariwisata. Jadi tidak memberatkan Dinas Pariwisata dan keliling-keliling tidak jelas, sehingga penumpang harus lagi memakai transportasi lain," terangnya.
Kendati demikian, ia juga tidak memungkiri gagasan bus tingkat wisata tersebut juga merupakan terobosan dan gagasan yang cermat, karena sebagai bentuk pelayanan bagi turis lokal maupun mancanegara. Sementara itu, terkait rencana penambahan armada bus tingkat wisata serta subsidi berkelanjutan untuk kebutuhan operasionalnya, disambut baik olehnya. Menurutnya, hal tersebut dapat memberikan kepuasan tersendiri kepada pengguna.
"Komitmen pemerintah untuk tetap menggratiskan penumpangnya harus tetap dilakukan. Sebab, dengan begitu penumpang puas. Itu akan membuat turis nyaman dan pada jangka waktu panjang akan menambah angka kunjungan turis ke tempat wisata," jelasnya.
Berdasarkan pantauan beritajakarta.com dari tour guide on board, jumlah penumpang bus tersebut baru sebanyak enam puluh orang pada hari libur dan hari besar nasional saja. Sedangkan penumpang pada hari biasa tidak lebih dari seperempat atau hanya berjumlah kurang dari lima belas orang.
Selain itu, penumpang hanya diajak berkeliling saja tanpa adanya suatu ajakan untuk singgah ke tempat-tempat wisata yang dilalui. Sedangkan bus wisata itu pun hanya memiliki rute sebagian kecil destinasi wisata di ibu kota seperti Monas, Museum Gajah kemudian berbalik arah menuju Istiqlal dan kembali ke Monas.
Sebagian penumpang bus tersebut memang bukan untuk menikmati destinasi wisata yang ditawarkan. Seperti Dina (34), yang naik bersama rekannya. Ia mengaku naik bus tersebut hanya untuk transit ke tempat tujuan berikutnya. "Saya cuma mau ke Gajah Mada aja kok. Soalnya ada teman saya nunggu di sana. Abis nyaman sih bus ini, makanya saya naik ini saja," tandasnya.