Selasa, 24 November 2015 Reporter: Andry Editor: Widodo Bogiarto 12734
(Foto: doc)
Salah seorang dokter spesialis kebidanan, Dian Pratama menggugat Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Koja, Jakarta Utara, ke Pengadilan Hubungan Industrial DKI Jakarta. Dokter yang sudah bekerja selama empat tahun di rumah sakit tersebut itu tak terima dituding melanggar kode etik saat memberi pelayanan kepada pasien BPJS Kesehatan.
"Saya dihukum tidak boleh bekerja selama satu bulan oleh manajemen rumah sakit," kata Dian, Selasa (24/11).
Menurut Dian, sanksi yang dijatuhkan pihak rumah sakit tak sesuai prosedur dan Undang- Undang (UU) tentang Ketenagakerjaan. Oleh karena itu, sanksi larangan bekerja selama satu bulan dinilai cacat hukum dan diputus secara sepihak.
"Mereka bertindak sepihak tanpa prosedur yang benar," ujar Dian.
Tak hanya itu, lanjut Dian, Direktur Utama (Dirut) RSUD Koja, Theryoto juga dinilai telah melampaui kewenangannya. Sebab, Komite Medik dan Etik Profesi hanya menjatuhkan sanksi berupa teguran ringan melalui surat peringatan pertama kepada dirinya.
"Hukuman yang pihak manajemen rumah sakit dijatuhkan langsung pembebasan tugas tanpa didahului surat peringatan kedua dan ketiga," ungkap Dian.
Atas dasar itu, Dian menuntut manajemen dari rumah sakit membayar ganti rugi sebesar Rp 1 miliar serta meminta nama baiknya dipulihkan kembali.
Dian menjelaskan, kasus yang menimpanya ini berawal pada Januari 2015 ketika ada pasien bernama Maryani meminta diperiksa. Dalam pemeriksaan, pasien itu menderita penyakit kista indung telur. Pasien tersebut kemudian direkomendasikan untuk membeli obat injeks leuprolin asetat Rp 1,5 juta di apotek rumah sakit setempat.
"Ternyata stok obat itu tidak ada di rumah sakit. Pasien kemudian meninggalkan nomor telepon ke Bidan Ida. Tujuannya jika obat sudah tersedia, bisa langsung dikabari," jelas Dian.
Dian melanjutkan, pada 28 Januari 2015, Bidan Ida memintanya mengambil leuprolin asetat di Rumah Sakit Evasari, Jalan Pramuka, Jakarta Timur. Esok harinya, obat itu pun dibawanya ke RSUD Kota dan meminta Bidan Ida untuk menghubungi sang pasien.
"Setelah bertemu pasien, saya kasih tahu efek samping obat dan menyuntikan obat tersebut. Sebelum pulang, pasien meminta kwitansi ke Bidan Ida tanpa kops surat rumah sakit. Di kwitansi itu ada nama saya di bagian tanda tangan. Padahal saya tidak tanda tangan," papar Dian.
Empat bulan kemudian, lanjut Dian, tepatnya 26 Mei 2015, Wakil Dirut Keuangan, Armaida dan Kepala Bagian Sumber Daya Manusia (SDM) RSUD Koja, Ani memanggilnya dan meminta penjelasan mengenai pemberian uang Rp 1,5 juta ke Bidan Ida untuk membeli oabat pasien BPJS.
"Saya jelaskan obat itu tidak ditanggung BPJS," sambung Dian.
Setelah dua minggu diperiksa, Dian kemudian dipanggil Komite Etik yang menjatuhkannya sanksi berupa peringatan lisan karena dinilai telah melanggar administrasi. Akhir Juni, pihak manajemen RSUD Koja kembali memanggil dirinya dan meminta uang Rp 1,5 juta tersebut dikembalikan.
"Saya juga diberikan hukuman penghentian kerja sementara selama satu bulan. Sanksi ini yang membuat saya keberatan," tandas Dian.