Kamis, 24 April 2014 Reporter: Rio Sandiputra Editor: Agustian Anas 6081
(Foto: Rio Sandiputra)
Pembangunan embung (kolam penampungan air) Brigif di Jl Aselih RT 09/01, Cipedak, Jagakarsa, Jakarta Selatan dimulai. Sebanyak empat alat berat jenis amfibi dikerahkan ke lokasi, Kamis (24/4) pagi.
"Kita sudah turunkan 3 eskavator amfibi ukuran besar dan 1 ukuran lebih kecil," ujar Wawan Mustopa, Staf Pelaksana Pembebasan Lahan Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta, Kamis (24/4).
Menurut Wawan, alasan menggunakan eskavator amfibi karena kontur tanah yang akan dibangun tidak stabil. Terlebih, curah hujan saat ini cukup tinggi dan tidak bisa diprediksi. "Daripada saat banyak air nanti kejeblos, malah menghambat pengerjaan. Kita akan normalisasi lahan dengan diratakan terlebih dahulu, minimal butuh waktu satu bulan," katanya.
Pantauan beritajakarta.com, alat berat tersebut masuk ke lahan yang berupa tempat pemancingan dan pembibitan ikan. Lahan ini nantinya akan dibuat embung sebagai kantong penampungan untuk mengatur debit air yang mengalir ke Jakarta dari arah Bogor dan Depok.
"Rencananya, ada 10,3 hektar lahan di sini hingga J
alan Brigif yang akan dijadikan embung. Saat ini, masih ada 3,7 hektar lahan yang dalam proses pembebasan," ucapnya.Total dana yang sudah dikeluarkan untuk pembebasan lahan, kata Wawan, hingga saat ini sudah mencapai Rp 64 miliar. Untuk pembebasan sisa lahan dengan perkiraan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) berjalan setidaknya dibutuhkan dana Rp 74 miliar. "Sementara anggaran pembebasan lahan tahun ini hanya ada Rp 20 miliar," jelasnya.
"Warga kan bisa melihat kinerja dari Pemprov DKI sekarang, pasti mereka percaya ini akan baik. Mudah-mudahan kalau lancar, kita ajukan tambahan dana dalam Anggaran Belanja Tambahan (ABT)," ungkapnya.
Namun pengerahan empat alat berat ini sempat diprotes pemilik pemancingan karena kurangnya sosialisasi dari Dinas PU DKI Jakarta. "Kita baru tebar ikan dan diberitahu kemarin pagi. Eh, sekarang alat berat sudah masuk ke empang," keluh, Rosman (55), pemilik pemancingan.
Rosman yang mempunyai lapak sekitar 1.200 meter persegi mengaku menderita kerugian sebesar Rp 22 juta. "Kan bangunan dibongkar, lalu ikan ya tidak tahu berapa yang dapat diselamatkan. Kalau dihitung modal dengan mesin air sekitar Rp 22 juta," ucapnya.