“Aesthetic” dari Limbah Plastik
Oleh :
Andri Widiyanto
Minggu, 13 Oktober 2024 | 1067
Andri Widiyanto
Minggu, 13 Oktober 2024 | 1067
Kata “aesthetic” atau “estetik” semakin populer di media sosial. Kata ini kerap digunakan untuk menggambarkan tampilan visual yang menarik, sering kali berfokus pada keindahan dan koherensi dalam desain.
Aesthetic sendiri merupakan kata dalam bahasa inggris yang memiliki arti estetis atau estetika. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), estetika merupakan ilmu atau filsafat yang mempelajari segala sesuatu tentang seni dan keindahan serta bagaimana tanggapan manusia terhadapnya. Dalam arti lainnya KBBI juga mendefinisikan estetika sebagai kepekaan terhadap seni dan keindahan.
Di tengah pikiran itu, terlintas di benak saya pada sekelompok orang yang tergabung dalam Unit Penanganan Sampah (UPS) Badan Air Kecamatan Pasar Rebo. Sehari-hari mereka bertugas menjaga sungai, kali atau saluran lainnya agar terbebas dari sampah dan terjaga kebersihannya.
Karena setiap hari berkutat dengan sampah, sekelompok orang ini memiliki ide untuk merespon sampah-sampah tersebut menjadi sesuatu yang bermanfaat. Merubah sampah menjadi hal yang bermanfaat memang bukan suatu hal baru. Yang unik, mereka merespon sampah yang diangkut dari sungai, khususnya berbahan plastik menjadi pakaian adat. Saya menyebutnya Aesthetic dari Limbah Plastik.
Pakaian-pakaian tersebut terinspirasi dari pakaian adat berbagai daerah. Ada yang terinspirasi dari pakaian adat Betawi, adat Dayak, adat Batak juga adat Papua. Semua dibuat dari limbah. Hal ini diharapkan dapat menginspirasi banyak pihak, bahwa sampah bisa diolah menjadi sesuatu yang bermanfaat dan bernilai jual atau yang kerap disebut ekonomi sirkular.
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam buku Statistik Indonesia 2023 rilisan Badan Pusat Statistik (BPS), lebih dari separuh kualitas air sungai yang tersebar di 34 provinsi (provinsi terbaru pecahan Papua belum termasuk) berstatus mengalami pencemaran. Terjadi penurunan kualitas 46 persen dari total 70.000 Sungai di Indonesia yang tercemar berat. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaran Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup disebutkan, setiap sungai di Indonesia harus nihil sampah, namun faktanya banyak sungai masih dipenuhi sampah. Yang lebih memprihatinkan, Indonesia berada di peringkat dua penyumbang sampah plastik terbesar kedua di laut dunia.
Apa yang dilakukan UPS Badan Air Kecamatan Pasar Rebo mengingatkan kembali pada salah satu kota paling maju di dunia, Tokyo. Perlu diketahui, pada masa lalu, Tokyo yang kini menempati urutan ketiga dalam daftar kota global dunia juga sempat terkendala masalah sampah serius akibat tumbuhnya ekonomi yang begitu pesat. Pada penanganannya, selain melengkapi infrastruktur pengolahan sampah, Tokyo mengembangkan model ekonomi sirkular yang efisien dalam penanganan sampah melalui kolaborasi antara industri manufactur dan pendaur ulang. Ide utamanya mewujudkan masyarakat yang memahami konsep 3R (Reduce, Reuse dan Recycle).
Memang tidak sama persis, tapi apa yang dilakukan petugas UPS Badan Air Kecamatan Pasar Rebo diharapkan bisa menginspirasi banyak pihak, khususnya yang bergerak di bidang lingkungan.