Warna-Warni Seni Bu Pungky

Oleh :

Nugroho Sejati

Minggu, 11 Mei 2025 | 221

“Terkadang, kesulitan harus kamu rasakan terlebih dulu sebelum kebahagiaan yang sempurna datang kepadamu,”. Nasihat tersebut lahir dari Kartini, seorang bangsawan perempuan Jawa yang tak kenal lelah memperjuangkan pendidikan dan kesetaraan bagi kaum dan bangsanya. Kartini yang terkenal sebagai tokoh emansipasi terus menuntut bahwa pendidikan ialah hak bagi setiap golongan manusia.Di salah satu sudut Kebayoran Baru, tepatnya di Jalan Hang Lekiu III Kelurahan Gunung, berdiri tegak gedung Yayasan Pembinaan Orang Cacat (YPAC) Jakarta yang memiliki tiga bentuk layanan (pendidikan, kesehatan dan unit karya) yang dikhususkan bagi penyandang disabilitas, terutama cerebral palsy atau lumpuh otak. Lalu-lalang kursi roda berpadu dengan senyum ceria murid-murid menjadi pemandangan sehari-hari di yayasan tersebut.

Sri Puryantini atau biasa disapa Bu Pungky, mengajar beragam jenis keterampilan seni pada unit karya di YPAC Jakarta. Perlu diketahui, unit karya merupakan salah satu layanan di YPAC yang berfungsi untuk memberikan ragam keterampilan bagi disabilitas berusia lebih dari 17 tahun agar dapat mengembangkan minat dan bakatnya dalam bidang seni dan olahraga.Bu Pungky yang mengidap polio sejak usia dua tahun tersebut dilahirkan di Jakarta lebih dari 60 tahun yang lalu dan menamatkan pendidikan dasar di YPAC. Ia telah mengabdi sebagai pengajar di unit karya YPAC Jakarta sekitar 15 tahun.Keahliannya yang didapat dari berbagai macam kursus yang dijalaninya sejak muda diterapkan kepada murid-muridnya yang selalu bersemangat. Mulai dari merangkai bunga, membuat hantaran, menjahit, meronce, hingga melukis.Sepasang tangan Bu Pungky tak hanya cekatan memutar roda di kursinya, tetapi juga telah membawa harum nama Indonesia di pentas dunia lewat keterampilannya. Medali perunggu cabang seni floral arrangement atau merangkai bunga berhasil diraihnya pada ajang International Abilympics 1991 di Hong Kong.Tak terhitung jumlah karya yang telah dihasilkan murid-muridnya dari pelajaran keterampilan seni yang diampu Bu Pungky dan rekan pengajar yang lain. Belasan murid unit karya YPAC Jakarta bahkan sempat berpameran di Hadiprana Gallery pada 26-28 Januari 2023.Setelah itu, beberapa kali pameran diadakan di dalam sekolah. Kebanyakan murid-murid yang bernaung di bawah atap YPAC Jakarta, khususnya pada unit karya, merupakan pengidap cerebral palsy tingkat sedang sampai berat. Anak-anak dengan cerebral palsy memiliki postur tubuh yang tidak lazim dan biasanya memiliki koordinasi serta keseimbangan yang kurang baik, kaki atau lengan yang lemah, hingga gerakan acak dan tidak terkontrol. Hal tersebut menjadi tantangan tersendiri ketika mereka melakukan praktik pengkaryaan pada materi keterampilan seni.Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 oleh Kementerian Kesehatan RI, diperkirakan ada sembilan kasus cerebral palsy pada setiap 1.000 kelahiran di Indonesia. Dari jumlah tersebut, YPAC Jakarta yang didirikan pada 5 November 1954 oleh Armistiani Soemarno Sosroatmodjo, istri Gubernur DKI Jakarta kala itu, menerima anak-anak pengidap cerebral palsy  yang tidak tertampung di SLB Negeri untuk belajar dan berkembang bersama.
Setiap putaran roda kursi Bu Pungky adalah upaya untuk mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan, serta memperhalus perasaan bagi setiap murid-murid disabilitas didikannya, persis seperti apa yang dikatakan Bapak Republik Indonesia, Tan Malaka, soal makna dan tujuan pendidikan.